SAMARINDA, Swarakaltim.com – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menegaskan bahwa pengerukan Sungai Mahakam merupakan langkah mendesak yang harus segera dilakukan. Ia menyebut, pendangkalan yang terjadi di sungai utama Kalimantan Timur itu menjadi salah satu penyebab utama banjir di Samarinda, terutama saat air pasang dan curah hujan tinggi terjadi bersamaan.
Rudy menjelaskan, upaya Pemerintah Kota Samarinda selama ini sudah baik, termasuk pembangunan jalur terowongan air yang berfungsi menyalurkan limpasan. Namun, menurutnya, sistem tersebut tidak bisa sepenuhnya mengatasi persoalan banjir karena faktor alam berupa pasang surut air sungai.
“Air pasang membuat permukaan air tinggi, dan saat puncak pasang, air bisa berhenti atau stuck selama dua jam sebelum akhirnya surut kembali,” ujar Rudy beberapa waktu lalu.
Ia menguraikan bahwa kondisi Shallow Water Level (SWL) di muara Sungai Mahakam kini hanya mencapai kedalaman 3,8 meter. Angka itu, kata Rudy, terlalu dangkal untuk menampung volume air secara optimal.
“Kedalaman ini tidak cukup untuk menyalurkan air dari hulu ke laut. Jadi walaupun tidak hujan, saat air pasang tetap saja banjir,” ungkapnya.
Masalah semakin kompleks ketika air pasang datang bersamaan dengan curah hujan tinggi. Air yang seharusnya mengalir dari daratan tertahan di sungai karena muara tidak mampu menampung volume air tambahan.
“Pendangkalan kita terlalu parah. Sedimentasi dari hulu hingga ke muara terus menumpuk, sehingga aliran air tersumbat,” jelasnya.
Selain memicu banjir, kondisi ini juga menghambat aktivitas pelayaran di Sungai Mahakam. Rudy mencontohkan, kapal tongkang dengan panjang 300 feet memiliki draft sekitar 4,8 meter, sedangkan kedalaman muara hanya 3,8 meter. Akibatnya, kapal besar tidak dapat melintas.
“Di Mahakam, kapal hanya bisa melintas maksimal 33 feet atau sekitar 10 ribu ton muatan. Padahal, di Kalimantan Selatan, tongkang 400 feet dengan kapasitas 16 ribu ton sudah bisa lewat,” paparnya.
Menurutnya, Sungai Mahakam sudah hampir dua dekade tidak pernah dikeruk, sehingga sedimentasi terus meningkat dan menghambat fungsi alami sungai. Ia mencontohkan keberhasilan pengerukan Sungai Kapuas di Kalimantan Selatan yang kini kembali dalam kondisi baik.
“Dulu Sungai Kapuas sama seperti Mahakam, tapi sekarang bisa dilewati tongkang besar karena sudah dikeruk,” katanya.
Rudy menilai, pengerukan Mahakam tidak hanya penting untuk mengurangi risiko banjir, tetapi juga untuk mendukung mobilitas logistik dan ekonomi daerah. Ia menekankan perlunya koordinasi lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Perhubungan.
“Kita harus duduk bersama mencari solusi, karena masalah ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.
Namun, ia mengakui, kendala terbesar saat ini adalah keterbatasan anggaran pemerintah pusat.
“Kementerian juga tidak mampu melaksanakan pengerukan karena hampir di semua kementerian tidak ada dananya,” ucapnya.
Karena itu, Rudy membuka peluang agar pengerukan dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau dilimpahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah.
“Kalau bisa, diberikan kepada provinsi untuk dikerjasamakan, supaya kita bisa melaksanakan pengerukan ini sesegera mungkin dan menghindari banjir berulang,” tutupnya.(DHV)