SAMARINDA, Swarakaltim.com – Wali Kota Samarinda Andi Harun menjadi narasumber dalam talk show peringatan Hari Guru Nasional 2025. Acara tersebut menyoroti isu transformasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) sebagai fondasi peningkatan kualitas pendidikan di era percepatan teknologi. Dalam paparannya, Andi Harun menyampaikan bahwa perubahan global menuntut sistem pendidikan untuk bergerak lebih adaptif dan relevan.
Di hadapan para guru, pengamat pendidikan, serta jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ia menekankan pesatnya perkembangan teknologi, ekonomi, dan kultur global yang menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan. Menurutnya, tuntutan tersebut semakin menegaskan posisi strategis GTK dalam menentukan kualitas pembelajaran.
“Kemajuan peradaban manusia termasuk ekonomi dan teknologi, terutama di abad 21 ini berkembang begitu cepat, guru dan pengalaman kependidikan ditempatkan sebagai aktor yang paling fundamental,” paparnya di GOR Segiri, Jumat (21/11/25).
Andi Harun menjelaskan bahwa transformasi GTK harus mencakup perubahan kompetensi, paradigma, hingga praktik pedagogis yang lebih relevan dengan era digital.
“Transformasi guru dan pengalaman kependidikan bukan saja berisi tentang peningkatan kompetensi, tapi sekaligus sebagai transformasi paradigma, praktik pedagogis,” jelasnya.
Lebih jauh, ia memaparkan bahwa guru dituntut meninggalkan pola pikir kaku dan mulai membangun growth mindset dalam menjalankan proses pembelajaran. Andi Harun menyebut literasi teknologi kini menjadi kebutuhan dasar bagi pendidik.
“Guru tidak lagi boleh memiliki fixed mindset dan dituntut untuk memiliki etos profesional serta literasi teknologi,” katanya.
Dalam forum tersebut, Andi Harun juga merujuk hasil meta-analisis John Hattie yang menunjukkan bahwa pengaruh GTK jauh lebih besar dibanding sarana fisik atau kurikulum. Ia menegaskan bahwa transformasi kualitas pendidikan Samarinda tidak akan terwujud bila GTK tidak lebih dahulu berubah.
“Kira-kira kalau bahasa kampungnya, biar sekolahnya megah semegah-megahnya, kalau guru dan tenaga pendidiknya tidak melakukan transformasi, maka transformasi kualitas pendidikan di Samarinda tidak akan pernah terwujud,” tegasnya.
Andi turut menyinggung perilaku generasi digital yang membutuhkan pembelajaran cepat, menyenangkan, dan interaktif. Menurutnya, banyak siswa yang kini lebih mahir teknologi dibanding gurunya, sehingga urgensi transformasi GTK tidak dapat ditunda.
“Digital natives expect learning to be fast, fun, and connective. Muridnya jauh lebih pintar menggunakan teknologi daripada gurunya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sebagian siswa bahkan lebih unggul mengoperasikan fitur pendidikan digital dibanding pejabat di Dinas Pendidikan. Kondisi ini, menurutnya, harus disikapi melalui peningkatan keterampilan teknologi bagi tenaga pendidik.
“Siswa-siswa kita ada yang advance menggunakan fitur-fitur teknologi daripada pejabat dinas pendidikan kota Samarinda,” ujarnya.
Andi kembali menegaskan bahwa GTK membutuhkan tiga bentuk transformasi utama: transformasi cara berpikir, transformasi metode dan teknologi, serta transformasi budaya kerja. Ia mengingatkan bahwa guru tidak lagi bisa menjadi satu-satunya sumber kebenaran.
“Guru tidak bisa lagi menjadi agen tunggal ilmu pengetahuan,” ucapnya.
Selain itu, ia menyinggung perubahan besar dalam ekosistem pendidikan global, termasuk digitalisasi pembelajaran, reformasi manajemen talenta guru, isu kesenjangan mutu antardaerah, hingga pergeseran ke ekonomi hijau. Menurut Andi Harun, seluruh perubahan tersebut harus direspons dengan pembaruan menyeluruh pada kompetensi GTK.
Di akhir paparannya, Andi Harun menegaskan bahwa percepatan transformasi GTK merupakan kunci kesiapan Samarinda menghadapi perubahan zaman. Ia meminta seluruh pihak bergerak bersama untuk memastikan kualitas pembelajaran tetap relevan dan kompetitif.
“Pergeseran pembelajaran ke arah kompetensi dan digitalisasi pendidikan tidak boleh terlambat. Begitulah tantangan kita,” tutupnya.(DHV)