Multikulturalisme di Indonesia: Bahasa Samarinda dan Keunggulan Keberagamaan Budaya untuk Masa Depan IKN

Oleh: Anindya Cecya Cinta C, dan Tri Setya Ningsih

Swarakaltim.com – Multikulturalisme adalah ragam reaksi terhadap keanekaragaman budaya yang didukung tidak hanya oleh kelompok etnis dominan tetapi juga oleh pendatang baru bahkan minoritas. Ciri khas multikulturalisme yang diberikan menjadikannya fenomena positif yang pada akhirnya mendorong perkembangan.

Masyarakat Indonesia sendiri apalagi masyarakat Kalimantan Timur termasuk masyarakat yang multikultur sebab terdiri dari berbagai suku yang memiliki budayanya masing-masing.

Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang memiliki 1.128 suku dan bahasa, ragam agama, dan budaya. Dalam pembauran kebangsaan, masyarakat juga harus memahami wawasan dan rasa kebangsaan dengan baik, yaitu rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kesadaran berbangsa, kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini dan masa yang akan datang. Masyarakat plural yang menghapus batas-batas kultural untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu.

Contohnya di Kalimantan Timur, tepatnya di Kota Samarinda. Di Kalimantan Timur sendiri perbedaan suku dan budaya sangatlah beragam. Bahkan tak jarang jumlah penduduk suku asli Kalimantan Timur seperti suku Dayak, jumlahnya lebih sedikit daripada suku luar atau pendatang di Kalimantan Timur itu sendiri. Hal ini terjadi karena, dahulu seringnya terjadi  aktivitas migrasi, atau pendatang dari pulau-pulau lain.

Apalagi sejak dipindahnya IKN ke Kalimantan Timur. Masyarakat yang berada di luar pulau Kalimantan berbondong-bondong berpindah tempat tinggal karena merasakan peluang yang lebih besar ketika IKN dibangun. Maka, masyarakat dari pulau-pulau lain tersebut yang sengaja mengambil peluang untuk menetap di Kalimantan Timur.

Karena terjadinya percampuran kultur, terjadilah perkawinan antar suku yang menyebabkan pembauran suku-suku ini tadi menjadi lebih mudah dan cepat untuk diterima.

Kehidupan dari antar suku maupun agama yang sudah mengalami pembauran pun, biasanya akan berlangsung secara akur. Serta akan sangat sedikit kemungkinan konflik antar suku dapat terjadi.

Dari pembauran ini menciptakan generasi yang penuh toleransi dan tidak kagok akan perbedaan. Sehingga dimana pun dia akan tinggal nanti ia akan terbiasa dan lebih menghargai dan mewajarkan sebuah perbedaan.

Terutama di Kota Samarinda. Bahasa sehari –hari yang digunakan sangatlah beragam. Namun, bahasa yang paling sering digunakan adalah Bahasa Banjar-Samarinda.  Sulit untuk menjelaskan, Bahasa Banjar yang biasa dipakai oleh masyarakat Samarinda pun terkadang tidak diketahui oleh orang yang bersuku asli Banjar. Namun, “Bahasa Samarinda” sendiri sudah sangat jelas merupakan adaptasi dari Bahasa Banjar.

Sekiranya, seluruh masyarakat penduduk Samarinda bisa mengerti Bahasa Banjar bahkan ketika mereka bukan berasal dari Suku Banjar.

Tentunya pengaruh yang dibawa berdampak sangat baik. Sesama individu bisa merasa semakin dekat dan connect melalui percakapan yang terjadi.

Kota Samarinda sangat terkenal dengan keragaman masyarakatnya. Terlebih semenjak perpindahan Ibu Kota Negara. Jadi, keberagaman etnis, budaya, dan bahasa di Kalimantan Timur merupakan aset dan keunggulan yang dapat mendukung kesiapan menghadapi multikultural di  IKN.(*/dho)

Bagikan:

www.swarakaltim.com @2024