BALIKPAPAN,Swarakaltim.com. Lurah dan Camat memiliki peran strategis sebagai garda terdepan yang mengetahui kondisi diwilayahnya. Sehingga diminta aktif melaporkan terjadinya pengupasan lahan yang ada di wilayahnya. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, Sudirman Djayaleksana.
”Lurah diminta untuk secara aktif melaporkan pengupasan lahan kepada Dinas Lingkungan Hidup , sehingga dapat di tindal lanjutin. Hal ini mengingat, pengawasan lingkungan khususnya terkait pengendalian banjir dan pemanfaatan lahan dimulai dari tingkat kelurahan,” kata Kepala DLH Balikpapan Sudirman Djayaleksana kepada media Jumat,(15/8/2025).
”Lurah dan camat memiliki peran strategis sebagai garda terdepan yang paling mengetahui kondisi wilayahnya. Mereka dinilai menjadi pihak pertama yang dapat mengidentifikasi aktivitas berisiko tinggi, seperti pengupasan lahan, pembangunan tanpa izin, maupun kegiatan yang berpotensi memicu banjir,” sambungnya.
“Apabila ditemukan, terjadi penguasaan lahan atau kegiatan pembangunan di lingkungan, yang pertama kali harus tahu dan bertindak itu lurah. Dia bisa mengingatkan warga, menyetop sementara, lalu koordinasi ke Satpol PP, DLH, dan perizinan,” tegasnya.
Lanjut Sudirman, kasus banjir di Balikpapan masih terjadi di sejumlah titik, terutama kawasan Damai dan Beler. Di kedua lokasi ini, air kerap meluap ketika hujan deras turun, sehingga mengganggu aktivitas warga. Kendati demikian, ada beberapa wilayah sudah tidak tergenang banjir diantaranya kawasan Sepinggan, yang dulunya menjadi salah satu daerah langganan banjir. “Kawasan Sepinggan itu dulu banjirnya tinggi, sekarang sudah jauh berkurang dan air cepat surut,” ujarnya.
Sudirman mengaku, dengan adanya perubahan positif itu terjadi berkat proyek pelebaran sungai, perbaikan drainase, serta pembersihan saluran yang dilakukan beberapa tahun terakhir. Sudirman menilai keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa pengendalian banjir bisa efektif jika ada kolaborasi antarinstansi dan partisipasi warga.
“Untuk kasus banjir di kawasan Beler, diakui dikarenakan lahan terbuka yang sudah ada sejak lama, bahkan sebelum 2022. Lahan tersebut saat ini berstatus sengketa sehingga upaya penanganan belum bisa maksimal,” ujarnya.
“Kalau kita sudah tahu pemiliknya, bisa kita minta buat sedimen trap atau menanam rumput. Tapi memang awalnya harus dilacak dulu oleh kelurahan dan kecamatan,” sambungnya.
Sudirman mengaku, untuk kendala sengketa lahan sering kali membuat penanganan masalah lingkungan tidak bisa langsung dilakukan. Sehingga dipelrukan kerjasama oleh semua pihak. Selain itu, untuk pengendalian banjir tidak hanya menjadi tanggung jawab DLH. Prosesnya membutuhkan kerja bersama antarinstansi, mulai dari Dinas Pekerjaan Umum, Satpol PP, Dinas Perizinan, hingga dukungan penuh masyarakat.
”Setiap kegiatan pembangunan harus sesuai tata ruang dan dilengkapi dokumen lingkungan seperti Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Kalau ada pembangunan yang mengupas lahan tanpa izin atau tidak sesuai izin, tim gabungan bisa turun. Kalau sudah berizin tapi melanggar, itu ranah Dinas Perizinan,” jelasnya.
Sudirman menambahkan, pihak mendukung proyek-proyek pengendalian banjir yang tengah direncanakan maupun berjalan, seperti pembangunan bendung pengendali (bendali) dan kolam retensi di sejumlah titik. Proyek-proyek ini diharapkan dapat menahan laju air hujan sebelum masuk ke kawasan permukiman.(*/pkagt27)