BALIKPAPAN, Swarakaltim.com – Gubernur Kaltim H Isran Noor menegaskan, di dalam UUD 1945 dan didalam UU No 23 tahun 2004, bahwa Gubernur disebutkan sebagai Wakil pemerintah pusat, kecuali ada undang-undang yang bukan kewenangan pemerintah daerah, jadi semua kegiatan kegiatan program pembangunan yang diluar tersebut harus merupakan tanggung jawab daerah.
“Di dalam UUD disebutkan ada lima sektor yang bukan kewenangan daerah, yaitu pertahanan keamanan, keuangan moneter, agama, Kementerian Luar Negeri dan peradilan, diluar dari pada itu ketentuannya kewenangan adalah pemerintah daerah. Makanya Gubernur diberikan tugas sebagai pemerintah pusat,” tegas Isran Noor membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Perangkat Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Provinsi Kalimatan Timur,. yang dilaksanakan secara ofline dan online di Hotel Four Points by Sheraton Balikpapan, dikutip Swara Kaltim melalui berita Biro Adpimprov Kaltim, Senin (1/11/2021).
Di dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan UU No 23 tahun 2014 banyak hal yang harus bahas, karena otonomi daerah itu tidak disebutkan di dalam UU No 23 tahun 2014, dan itu undang-undang hubungan pemerintah pusat dan daerah, tapi anehnya masih ada Dirjen Otda, yang ketuanya adalah Wapres RI.
“Terkai dengan kewenangan, yang namanya resentralisasi itu sudah terbangun dengan diundangkannya UU No 23 tahun 2014, negara ini tidak bisa saja dilaksanakan oleh pusat, harus diberikan otoritas kewenangan kepada daerah, itulah peran gubernur, bukan hanya dibatasi dengan peraturan pemerintah No 33, tetapi keseluruhannya termasuk disitu kewenangan gubernur, dengan birokrarisasi yang mau kita tegakkan dan bangun,”tandasnya.
Dari segi anggaran saja, lanjut Isran Noor, APBN dalam pelaksanaannya di bagi, dana yang di drop ke daerah atau yang ditransfer ke daerah itu hanya 30%, di lain pihak tugas dan program pembangunan tu lebih 80% ada di daerah melalui pembangunan. Tahun 2022 anggaran Rp2.700 triliun, dan hanya Rp700 triliun yang didrof ke daerah untuk pembangunan, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, sementera ada Rp2000 triliun dikelolah oleh pusat, akibatnya apa pusat mengelola keuangan lebih besar dari daerah, padahal kewenangannya hanya 5 sektor anggaplah ada tambahan 1 lagi dibidang utang luar negeri.
“Makanya saya sampaikan ketika pembahasan awal dalam rancangan revisi undang-undang Dana Bagi Hasil (DBH), minimal 50 persen daerah dan 50 persen pusat, agar benar-benar kegiatan itu berjalan di daerah, dan turunannya nanti jangan sampai pembangunan itu drofing dananya berdasarkan jumlah penduduk, akibatnya pulau jawa kelebihan anggaran, dan hal itu menimbulkan kesenjangan antar wilayah,” ujarnya.
Isran mencontohkan dana pembangunan infrastruktur itu 50 persen lebih ada dipulau jawa, baik itu dana APBN, dana dari BUMN, dana-dana dari swasta, maupun dana-dana yang berasal dari pinjaman luar negeri, ditumpuk di jawa.
“Artinya kurang 50 persen dana pembangunan infrastruktur itu dibagi lagi ke Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan seterusnya, sangat tidak masuk akal di saya, kesenjangan terbuka lebar antar wilayah di republik ini, maka kemarin ketika UU DBH paling tidak 50, 50 atau 60 persen 40 persen maka terjadi yang namannya wujud birokratsisasi, jadi Kementerian-kementerian itu tidak ada lagi pekerjaannya, tidak bisa kementerian sebagai eksekutor, tapi hanya membuat kebijakan-kebijakan umum program pemerintah dan pembangunan,” kata Isran Noor.(aya/sk)