Kejati Kaltim Ajukan 3 Permohonan Hentikan Tuntutan Berdasarkan RJ.

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Kalimantan Timur (Kaltim) Dr. Harli Siregar,SH.MHum memimpin rapat paparan (ekspose) konsultasi penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau, Samarinda dan Tarakan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Kamis (16/3/2023).

Dalam kegiatan rapat ini, Asisten Tindak Pidana Umum Fransiscus Xaverius Sugih Carvallo,SH.MH, koordinator dan para kasi pada bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kaltim, serta para Kajari, Kasi Tindak Pidana Umum dan Jaksa Penuntut Umum Kejari Berau, Samarinda dan Tarakan.

Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kaltim Toni Yuswanto.SH,MH melalui Press Release “SIARAN PERS Nomor : 22 /O.4.3/Penkum/03/2023”, dan menerangkan bahwa, dalam penanganan perkara yang dimohonkan penghentian penuntutannya, yang berdasarkan RJ adalah atas nama tersangka Ucok Ramadoni dan Sunardi.

“Kedua tersangka tersebut, dalam perkara Penganiayaan dan dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP jo pasal 55 KUHP dari Kejari Samarinda,” lanjutnya.

“Untuk tersangka atas nama Henra als. Hendra Al, dan Radit perkara Penganiayaan yang dikenakan pasal 351 ayat (1) KUHP dari Kejari Berau,” ujarnya.

“Sedangkan untuk, Andre Angga Reksa Als. Andre terkait perkara Pencurian dan dikenakan pasal 362 KUHP dari Kejari Tarakan,” ucapnya.

Kasi Penkum Kejati Kaltim Toni Yuswanto menjelaskan bahwa dari hasil ekspose tersebut, JAM-Pidum telah menyetujui 3 permohonan penghentian penuntutan, berdasarkan keadilan restorative.

“Dengan alasan, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” imbuhnya.

“Selain itu pula, tersangka belum pernah dihukum, dan tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana,” ucapnya.

“Berdasarkan perbuatan pidana, tersangka mendapatkan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,” katanya.

“Namun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,” urainya.

“Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan, karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif,” terangnya.

Selanjutnya JAM Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejari, untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Kasi Penkum Kejati Kaltim Toni Yuswanto menyebutkan bahwa dengan disetujuinya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative ini, sampai dengan sekarang di wilayah Kejati Kaltim, telah mencapai sebanyak 10 perkara.

“10 perkara tersebut, telah disetujui dan dihentikan penuntutannya, berdasarkan keadilan restorative pada tahun 2023,” pungkasnya. (AI/*)

Loading

Bagikan: