Bawaslu Kaltim Ajak Masyarakat Sipil Perkuat Sinergi Awasi Pemilu 2029

¾ – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Timur, Hari Dermanto, menegaskan pentingnya konsolidasi gerakan masyarakat sipil dalam memperkuat kualitas demokrasi serta menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu 2029.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam kegiatan bertajuk “Penguatan Demokrasi: Konsolidasi Gerakan Masyarakat Sipil Mewujudkan Sinergitas Pengawasan Pemilu Tahun 2029” yang berlangsung di D’Bagios Cafe, Samarinda, Kamis (23/10/2025). Forum itu turut dihadiri akademisi, aktivis, serta perwakilan organisasi masyarakat sipil.

“Demokrasi tidak boleh berhenti pada proses pemilu semata, tetapi harus terus dikonsolidasikan melalui partisipasi publik yang aktif dan berkelanjutan,” ujar Hari.

Ia menambahkan, pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 menjadi bahan refleksi penting, terutama setelah munculnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menunjukkan adanya potensi keterlibatan kekuasaan dalam proses politik.

Menurutnya, pengalaman Pemilu 2024 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya memperkuat sistem pengawasan pemilu agar tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga menyentuh dimensi substansial.

“Banyak peristiwa yang kita alami dalam Pemilu 2024, meski tidak semuanya bisa dibuktikan secara hukum. Namun hal-hal itu menjadi catatan bagi kami agar Pemilu 2029 berjalan lebih baik,” jelasnya.

Hari menilai, penyelenggara seperti Bawaslu sering menghadapi tantangan berat di lapangan, mulai dari potensi pelanggaran hingga intervensi kekuasaan. Karena itu, partisipasi masyarakat sipil menjadi kunci menjaga pemilu agar tetap bersih dan berintegritas.

“Pemilu yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik. Tapi semua itu bergantung pada kesadaran masyarakat. Penguatan masyarakat sipil penting, bukan hanya memberi masukan atau kritik, tetapi juga ikut menjaga integritas pemilu,” tegasnya.

Ia juga menyoroti persepsi publik yang menganggap Bawaslu dan KPU terlalu berorientasi pada urusan teknis. Padahal, menurutnya, pengawasan substansial justru membutuhkan pendekatan kolaboratif dengan masyarakat.

“Sistem keadilan pemilu tidak bisa dijalankan Bawaslu sendiri. Harus ada dukungan dari masyarakat sipil,” ucapnya.

Hari mengingatkan bahwa pemilu hanyalah salah satu indikator demokratisasi, bukan satu-satunya ukuran keberhasilan demokrasi. Ia menekankan pentingnya pemerintahan hasil pemilu untuk tetap akuntabel, terbuka, dan berpihak pada rakyat.

“Demokrasi tidak berhenti di bilik suara. Cara kita melaksanakan pemilu dan tingkat partisipasi publik akan menentukan bagaimana pemerintahan dijalankan setelahnya,” katanya.

Ia menambahkan, hubungan antara masyarakat sipil dan Bawaslu harus dibangun dalam semangat saling mengingatkan, bukan saling mengontrol. Sinergi itu, kata dia, merupakan kunci lahirnya pemerintahan demokratis.

“Bawaslu adalah bagian dari cita-cita masyarakat sipil. Jika ruang publik semakin sempit, itu justru membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya.

Hari berharap sinergi antara Bawaslu dan masyarakat sipil dapat memperkuat gerakan bersama dalam menjaga demokrasi agar tetap hidup dan berpihak pada rakyat.

“Kita ingin demokrasi tidak hanya menjadi ritual lima tahunan, tetapi menjadi ruang bagi rakyat untuk mengawasi, mengingatkan, dan memastikan kekuasaan dijalankan dengan benar,” pungkasnya.(DHV)

www.swarakaltim.com @2024