BENTUK KEPEDULIAN : PERABOI dan YKPI melaksanakan talkshow seputar kanker payudara dan kanker tiroid di Pendopo Odah Etam, Tenggarong, Sabtu (19/10) kemarin. Kegiatan ini dipandu oleh artis sekaligus komedian kawakan Tukul Arwana. (Photo : Swarakaltim)
ONENEWS, KUKAR – Kejadian kanker payudara di Indonesia terus meningkat. Itu disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sejak dini. Tercatat setiap tahun, terdapat 1.300 kasus kanker payudara yang ditangani RS Kanker Dharmais, Jakarta.
”Itu jumlah setiap tahun yang kami tangani. Jadi selama satu tahun, 9 dokter ahli bedah onkologi kami melakukan operasi sebanyak 900 hingga 1000 kali dan itu urusannya dengan payudara. Bahkan 56 sampai 60 persen orang yang datang itu karena kanker payudara,” kata Ketua PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) dr Walta Gautama SpB(K)Onk awak media, Sabtu (19/10) kemarin di Tenggarong, Kutai Kartanegara.
Dari data statistik, 1 dari 8 wanita di Indonesia rentan terkena kanker payudara. Bahkan sejak 25 hingga 30 tahun lalu, kanker payudara masih berada di urutan stadium 3 dan 4 atau masih tinggi.
”Hampir 70 persen dan sampai sekarang tidak berubah secara signifikan. Sehingga angka kematian akibat kanker payudara terus meningkat,” ucap Walta.
Oleh karena itu, PERABOI menyikapi kenyataan bahwa kanker telah menjadi penyakit yang mendapat perhatian dunia. Bahkan saat ini, seluruh dunia tengah berupaya untuk menurunkan angka kasus kanker stadium lanjut sekaligus menurunkan angka kematian.
”Itulah kenapa hati kami tergerak untuk membantu dan melakukan sharing dengan masyarakat. Barang kali setelah mereka mendapatkan informasi, masyarakat akan sadar dan mau memeriksa sejak dini. Siapa tahu angka harapan hidup dan kemungkinan sembuh lebih besar. Bisa mencapai 98 persen,” ungkap dokter RS Kanker Dharmais ini.
Untuk itu, PERABOI bertekad tahun 2020 atau 2030, angka kanker stadium lanjut bisa turun hingga 50 persen.
“Kita akan terus memperluas cakupan. Alhamdulillah di Kaltim ada empat ahli bedah onkologi, tiga di Samarinda dan satu di Tenggarong. Karena ada enam provinsi yang tidak ada, di Kalimantan hanya di Kaltim,” urai Walta.
“Sehingga Ini satu kemewahan dan harapan kami angka kanker payudara dan kematian menurun,” tambahnya.
Melihat kondisi ini, Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), menanggapi dengan serius melalui program-program kerjanya.
“Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan dan semakin mengusik serta memotivasi kami YKPI untuk semakin bekerja menurunkan angkat kejadian kanker payudara stadium lanjut di Indonesia,” kata Linda Agum Gumelar, Ketua sekaligus pendiri YKPI.
Lebih lanjut Linda menjelaskan pengobatan penyakit mematikan ini memang tidak murah. Melalui berbagai program YKPI yang dipimpinnya, Linda memaparkan upaya pencegahan dini kanker payudara stadium lanjut dengan sosialisasi deteksi dini melalui SADARI (Periksa Payudara Sendiri) ke beberapa daerah hingga ke pelosok tanah air.
Sejak 2015, YKPI menjadi satu-satunya organisasi nirlaba di Indonesia yang fokus terhadap kanker payudara yang memiliki unit mobil mammografi. Tercatat hingga April 2019 sebanyak 13.214 orang telah melakukan mamografi dengan hasil 1.973 (14,8%) orang diketahui memiliki tumor jinak dan 203 orang (1,5%) memiliki tumor ganas.
“Mereka yang diduga memiliki tumor langsung dirujuk melakukan pemeriksaan klinis lebih lanjut di rumah sakit, agar kankernya dapat segera tertangani secara klinis dan biaya pengobatannya juga tidak menjadi tinggi,” tambah mantan menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kabinet Indonesia Bersatu itu.
Program lain YKPI, lanjut Linda, adalah pengelolaan Rumah Singgah YKPI bagi pasien BPJS kelas II, di kawasan Anggrek Nelly Murni Slipi, Jakarta Barat, dan pelatihan pendamping pasien kanker.
Ditingkat Internasional, YKPI aktif sebagai anggota Reach to Recovery International (RRI) dan Union for International CancerControl (UICC), sebuah organisasi yang mewakili hampir 2.000 organisasi di 170 negara.
“Kedepan, YKPI berencana mewujudkan adanya mobil kemoterapi sebagai upaya jemput bola dengan cara mendatangai pasien rawat jalan yang harus melakukan kemoterapi,” katanya.
“Dan kita juga akan menjadi tuan rumah penyelenggaran South East Asia Breast Cancer Symphosium bagi sekitar 250 peserta dari seluruh negara dari dalam dan luar negeri pada Juli 2020 mendatang,” pungkas Linda yang juga pernah divonis kanker payudara pada 1996. (Bio)