Usai Dipanggil Polisi, Ali Tegaskan Tolak Perpindahan SMAN 10 Samarinda, Ini Penjelasannya

Korlap AMPP H. Muhammad Ali, SE

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Polemik pemindahan SMAN 10 dari Kampus A di Jalan HAMM Riffaddin, Harapan Baru, Loa Janan Ilir ke Education Center (EC) di Jalan PM Noor Sempaja, rupanya belum usai.

Pemidahan tersebut berdasarkan dari arahan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Isran Noor untuk memindahkan aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri 10 Samarinda ke E C ini masih mendapatkan penolakan. Mulai dari siswa, orang tua/wali murid dan masyarakat yang bermukim di Kecamatan Samarinda Seberang dan Loa Janan Ilir bahkan Palaran menegaskan bahwa pihaknya menolak pindah.

Saat ditemui awak media belum lama ini, H. Muhammad Ali selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) menjelaskan penolakan tersebut berdasarkan dengan SK Gub. No.180/K 745/2014, PTUN. No.37/G/2014/PTUN Samarinda, Plt Sekda Nomor. 421.4/5322/B.Sos/2016, dan Putusan PK No.72 PK/TUN/2017.

“Dalam putusan Kasasi (Nomor 64 K/TUN/2016) maupun PK (Nomor 72 PK/TUN/2017), secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati, itu artinya, putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya dan semestinya pihak Yayasan Melati angkat kaki dari lokasi di Jalan HM Rifaddin. Bukan SMA 10 Samarinda,” lanjutnya.

Adanya pemanggilan dari pihak kepolisian melalui Surat Panggilan Nomor B/2024.a/II/2022 dengan klarifikasi biasa dan perihal permintaan keterangan klarifikasi II yang dikeluarkan pada tanggal 3 februari 2022 yang isinya ditujukan kepada Muhammad Ali terkait dugaan tindak pidana menghasut supaya melakukan pidana, pencurian secara bersama-sama melakukan pidana, dengan sengaja dan hak membinasakan membuat hingga tidak dapat lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian punya orang lain, menempati perkarangan tanpa hak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP dan Pasal 362 KUHP dan Pasal 335 KUHP dan Pasal 406 KUHP dan Pasal 167 KUHP, berdasarkan laporan tertulis An. ADV. Janudin, SH.MH dan Sahabat pada tanggal 22 September 2021.

Ali sendiri telah memenuhi pemanggilan guna kepentingan penyelidikan, dan dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Februari 2022 dan sempat tertunda kemudian dilaksanakan pada 10 Februari 2022 lalu di ruang Reskrim Polresta Samarinda Lantai II Unit Jatanras dan menemui Briptu Rahman Tohari, SH serta membawa berkas yang dapat dipergunakan selama penyidikan pihak Kepolisian tersebut.

Usai pemanggilan tersebut, Haji Ali—biasa Ali disapa menegaskan didepan awak media bahwa tidak akan pernah berhenti untuk memperjuangkan yang menjadi hak SMAN 10 Samarinda dan menyatakan tidak akan pindah, kecuali ada solusi terbaik untuk para pelajar SMAN 10 Samarinda.

“Kami juga tidak keras kepala dan tidak menentang keputusan gubernur, tetapi kami juga boleh mundur selangkah. Kalau mau dipindahkan jangan di tempat itu, tetapi carikan tempat di seberang, seperti tempat Balai Pelatihan Sumber Daya Manusia disamping Kampus STAIN dan disitu juga luas dan tidak terlalu digunakan oleh pemerintah daripada dipaksakan di kota yang jaraknya cukup jauh,” imbuhnya.

Foto : Kegiatan Yayasan Melati melakukan pengrusakan aset SMAN 10 Samarinda yang APBD Provinsi Kaltim senilai 94 juta.

Terkait pemanggilan di Polresta oleh pihak penyidik di Polresta Samarinda ini, Ia meluruskan di Polresta itu, bahwa tidak pernah menyuruh menurunkan atribut yayasan, tetapi hanya mengkomandoi dari 3 Kecamatan (Palaran, Samarinda Seberang, dan Loa Janan Ilir) berserta forum RT (Sungai Keledang, Harapan Baru dan Samarinda Seberang) berserta mahasiswa dan Mahasiswi , sesuai dengan rapat maka mengangkat satu komando dengan satu komando bersama-sama menurunkan atribut yayasan jadi bukan dirinya.

“Saya mengganggap itu tidak ada masalah, karena disangkakan suatu tindakan pidana atau kriminal itu wajar saja dan saya terima saja, serta tetap saya hadapi dan ini saya lakukan karena tidak memiliki kepentingan, sebab ketika anak saya telah lulus di sekolah ini, maka saya pergi, dan saya tidak mungkin jadi pejabat di sekolah SMAN 10, karena itu Pemerintah berpikir H. Ali itu siapa,” tambahnya.

“Jadi hanya semata-mata memperjuangkan hak orang banyak, karena dampaknya kita sendiri yang merasakan dan langkah selanjutnya saya hanya meminta pemerintah, kalau hanya ini kebijakan harus kami keluar, kami ikut, urusan memberi yayasan itu urusan hukum, yang penting kami jangan dipindah ke kota, tetapi jika kami dipaksa pindah ke kota tetap kami tolak dan tidak terima,” jelasnya.

Disinggung apakah ada pihak AMPP akan melakukan pelaporan balik, Haji Ali mengatakan dipastikan mereka melakukan perlawanan lewat jalur –jalur yang bisa membela mereka yang benar sesuai dengan apa yang telah dibuat oleh pemerintah dan seusai apa yang diputuskan oleh hukum.

“Ada niat untuk melapor balik, tetapi saya masih melihat perkembangan hukumnya, kami akan memberikan berkas dan video yang kami miliki untuk diperiksa oleh pihak kepolisian, dan jika kami benar maka kami akan menuntut balik,” ucapnya.

Ali juga menceritakan asal muasal terbentuknya AMPP ini berdasarkan ketidak terimaan atas arahan dari pihak Gubernur Kaltim melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Kaltim yang menyatakan untuk pindah tempat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di EC.

“Yang menjadi pemicunya pihak yayasan melati melakukan sikap arogansi pemaksaan pemindahan SMAN 10 Samarinda berdasarkan surat edaran dari Dinas Pendidikan Kaltim yang berbunyi menindak lanjuti arahan Gubernur Kaltim pertanggal 20 April SMAN 10 Samarinda dipindahkan kegiatan belajar mengajar tahun 2021-2022 sehingga muncul surat dari pihak Yayasan Melati ke SMAN 10 Samarinda yang berbunyi menegaskan surat terdahulu Nomor 421 tanggal 13 Juni 2021 perihal memindahkan KBM SMAN 10 kampus A, menyampaikan bahwa mulai 2 Agustus 2021 KBM sudah dipindahkan ke SMAN 10 Samarinda Kampus B di jalan Perjuangan Kelurahan Gunung Kelua awalnya kemudian kembali diarahkan di EC,”urainya.

“Dengan adanya arahan Gubernur Kaltim dan Surat edaran dari Disdik Kaltim ini, sehingga pihak Yayasan melati mengeluarkan anak kami dari Kampus A, dan karena Kami tidak mau memindahkan anak kami ke sekolah yang dimaksud tadi, maka adanya pihak yayasan Melati ini telah melakukan tindakan perusakan papan nama milik SMAN 10 pada bulan September 2021 lalu serta telah melakukan pengrusakan barang milik SMAN 10 yang bersumber dari dana senilai Rp 94 Juta lebih dan bersumber APBD Kaltim,” katanya.

Ditegaskannya atas dasar itu membuat mereka selaku orang tua murid melakukan rapat besar AMPP yang diketuai oleh Sukarian dan dirinya ditunjuk sebagai Korlap.

“Kan sudah jelas, jika pihak Yayasan tidak bisa memperlihatkan legalitas standing nya, Kami dari seluruh elemen warga masyarakat dari 3 Kecamatan tersebut, berserta dengan Forum RT juga Mahasiswa dan Mahasiswi, Kami bersatu dengan satu komando menurunkan atribut yayasan yang kami amankan berupa Plang nama dan Baliho milik yayasan melati,” terangnya.

“Dan atribut ini lah yang ditanyakan pihak Pelapor ke kepolisian bahwa barang yayasan hilang, jadi saya sampaikan bahwa barang tersebut tidak hilang namun kami simpan dengan aman serta tidak keluar dari lingkungan SMAN 10 Samarinda,” tuturnya lagi.

Ia mengatakan jika pemerintah yang mengusir, suatu hal wajar karena antara bapak dan anak, tetapi kalau pihak yayasan mengusir mereka dengan dasar apa, karena pihak yayasan sendiri tidak memiliki legalitas standing. Dan sewaktu mereka demo masih meluangkan waktu untuk pihak yayasan agar bisa memperlihatkan legalitas tersebut.

“Kami bergerak berdasarkan berkas dari pemerintah yang membuat dan sudah jelas dasar kami untuk bertahan di tempat ini, dan Berkas ini dari lembaga hukum, bukan dari lembaga Haji Ali yang hanya memiliki lembaga nelayan sebagai ketua lembaga nelayan yang batasnya hanya ke laut menangkap ikan, sedangkan yang membuat buku dan peraturan itu dari pemerintah,” ungkapnya.

Perlu diketahui bahwa terjadinya gerakan 1000 masa ini dipicu oleh adanya sebaran status di salah satu media sosial yakni facebook milik yayasan melati Samarinda yang berbunyi “SMAN 10 Samarinda Harus Pindah” dan salah satu orang tua murid di SMAN 10 Samarinda kembali membalas di kolom komentar facebook milik yayasan yang berbunyi “Siapkan Tenaga dan Pikiran, 1000 masa akan segara bergerak”, Dan dalam komentar tersebut ada bahasa “Siapkan Strategi 2 Yayasan akan Menghadang kita”.

Dua yayasan tersebut yakni yayasan melati dan yayasan darusalam, yayasan darusalam ini merupakan yayasan yang juga mendirikan sekolah dengan menyewa tempat untuk kegiatan belajar mengajar milik yayasan melati dengan biaya sewa 26 juta pertahun.

“Melihat komentar tersebut menjadi daya tarik bagi seluruh orang tuan murid SMAN 10 Samarinda dan di bawa ke forum orang tua murid SMAN 10 Samarinda dan dimusyawarahkan dan terjadilah gerakan 1000 masa, jadi bukan saya yang punya ide ataupun di cap provokator atau penghasut,” jelas Ali.

Di depan awak media Ali ini membacakan Surat Keputusan dari hasil sidang Mahkamah Agung yang berbunyi “Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Yayasan Melati tersebut”. Dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hsenin, tanggal 18 April 2016, oleh H. Yulius SH,MH Hakim Agung Mahakamah Agung yang tidak dihadiri oleh para pihak

Selain itu pula Ali juga membacakan surat Berita acara yang dibuat oleh Gubernur Provinsi Kaltim H.M Ardans pada tahun 1994 dengan berbunya “Bahwa sejak diadakannya serah terima pihak kedua (yayasan melati) bertanggung jawab sepenuhnya atas tanah tersebut dari bangunan liar dan menjaga kebersihannya serta tidak diperkenankan membangun selain kampus SMA Plus serta fasilitas lainnya, dan surat ini juga ditandatangani langsung oleh H. Rusli Pemilik Yayasan Melati.

“Dalam Keputusan PP yang dibuat oleh Meliana bahwa “Penataan asset Pemrov Kaltim Kampus A Samarinda Sungai Keledang Samarinda Seberang”, “Aset tanah yang menjadi lokasi Kampus SMAN 10 Sungai Keledang Samarinda Seberang dengan sertifikat tanah Nomor 8 Tahun 1988 dan Keputusan PTUN Nomor 37/6/2014 PTUN Samarinda tanggal 11 juni 2005 adalah milik Pemprov kaltim,” sambungnya.

Kemudian, sambung Ali bahwa aset tanah seluas 12 Hektar yang menjadi lokasi SMA 10 adalah milik Pemprov Kaltim, maka dari pemerintah Pemprov Kaltim membuat Peraturan PP Nomor 27 Tahun 2014 yang dilakukan Rusmadi Wongso pada saat menjabat sebagai Sekda Kaltim yang berbunyi bahwa “Aset dan bangunan yang melalui dana APBD dan APBN merupakan asset Pemprov Kaltim.

“Saya mengatakan kepada yayasan kalau pihak Yayasan Melati tidak mampu menunjukkan legalitasnya, maka kami dari seluruh elemen masyarakat, baik dari Kecamatan Loa Janan Ilir, Kecamatan Samarinda Seberang, dan Kecamatan Palaran serta dengan Forum RT Sungai Keledang, Forum RT Harapan Baru, dan Forum RT Samarinda Seberang dan Seluruh Mahasiswa Mahasiswi akan bersatu dengan satu komando menurunkan semua atribut Yayasan ,” pungkasnya. (AI/DHO)

www.swarakaltim.com @2024