Para Saksi Benarkan Panji Asmara Terima Uang Korupsi 30,6 Miliar.
Foto : Kasubsi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Arga Indra saat menjelaskan perkara Kasus Korupsi Pengadaan Solar Cell di Kabupaten Kutim, usai persidangan di Pengadilan Tipikor Samarinda Jalan M. Yamin, Rabu (31/8/2022).
SAMARINDA, Swarakaltim.com – Guna menindaklanjuti pemeriksaan terkait Tindak pidana korupsi (Tipikor) Pengadaan Solar Cell PLTS Home System Tahun 2020 di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) serta menjalankan amanah dari Jaksa Agung untuk bekerja secara profesional dan berintegritas.
Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dihadiri langsung dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Kutim Henriyadi W. Putro, S.H.M.H dengan didampingi oleh Kasubsi Penuntutan Bidang Pidana Korupsi Kejaksaan Negeri (Kejari) Arga Indra dan Yuda, kembali membawa 9 orang saksi di Pengadilan Tipikor Samarinda guna diperiksa majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto dengan hakim anggota Suprapto dan Nugrahini Meinastiti, Rabu (31/8/2022).
Sidang juga dihadiri penasehat hukum keempat terdakwa, masing-masing Andi Asran, Benny Beda, Ricky Rifandy, dan Abdul Karim.
Sebelumnya, pihak JPU Kejari Kabupaten Kutim telah menetapkan terdakwa sebanyak 4 orang, yakni Panji Asmara, Kepala Sub Bagian Perencanaan Program Badan Pendapatan Daerah Kutim, Abdullah, anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada DPMPTSP Kutim, Herru Sugonggo alias Herru, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Pengadaan Solar Cell di DPMPTSP Kutim, dan M. Zohan Wahyudi selaku Direktur PT. Bintang Bersaudara Energi.
Saat di temui, Kajari Henriyadi W. Putro, S.H.M.H Kabupaten Kutim didampingi Kasubsi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Arga Indra mengatakan bahwa Kami telah membawa 9 orang saksi hadir untuk didengarkan kesaksiannya.

“Dan masing-masing 9 orang saksi ini terdiri dari 2 orang staf DPMPTSP Kutim berstatus PNS yakni Rismayanti dan Sadam Husain TK2D DPMPTSP Kutim dan selebihnya perusahaan swasta,” lanjutnya.
“Dalam persidangan tadi, kita dengar sendiri bahwa terdapat 379 paket dengan kerugian negara sebesar Rp53,6 miliar, dan Panji Asmara terbukti telah menerima uang dari proyek tersebut sebesar Rp30,6 miliar,” katanya.
“Rismayanti selaku Kasi Pengawasan dan Pengaduan DPMPTSP Kabupaten Kutim diperintahkan oleh Panji AsmaraKepala Sub Bagian perencanaan Program Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Kutim yang merupakan pemilik anggaran pengadaan solar cell ke DPMPTSP Kutim Tahun Anggaran 2020 ini, untuk mengurus mengelola administrasi dan dokumen proyek tersebut,” ucap Arga secara terpisah.

Terkait penerimaan uang sebesar Rp30,6 miliar ini, Arga Indra Wirawan kembali menjelaskan bahwa sesuai keterangan saksi persidangan ini Rismayanti mengatakan pada penyerahan uang diawali dari komunikasi Panji Asmara dengan Rismayanti tentang uang yang sudah dikumpulkan Sadaruddin dari ratusan kontraktor.
“Selanjutnya, Rismayanti menugaskan Sadaruddin mentransfer ke rekening perusahaan Sadam Husein, dan Panji Asmara kembali berkomunikasi dengan Rismayanti untuk mengarahkan Sadam Husein guna menyerahkan uang tersebut ke Prayoga dan Albi (berstatus Mahasiswa) yang satu mobil dengan Panji Asmara,” sambungnya.
“Dalam penyerahan uang tersebut dilakukan sebanyak 5 kali di bulan Mei tahun 2020 dengan nominal yang berbeda yakni Rp14.5 miliar, Rp2,8 miliar, Rp 2,11 miliar, Rp2,7 miliar, Rp3,7 miliar, dan Rp6,9 miliar dalam bentuk tunai, dan dilakukan di parkiran Bank Kaltimtara sebanyak 4 kali, dan satu kali nya di lakukan di Jalan Merak dalam bentuk tunai,” paparnya.
Dan menurut perhitungan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI Pusat merugikan keuangan negara Rp53,6 miliar dari Rp88 miliar anggaran pengadaan solar cell untuk rumah tangga.
Atas hal tersebut, Arga Indra menyebutkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Karena mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” pungkasnya. (AI)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.