Foto Kapal Nelayan yang masih sandar sebelum berlayar mencari ikan.
TANJUNG REDEB, swarakaltim.com – Seiring dengan terus bertambahnya jumlah kapal nelayan dan penambahan jarak tangkap yang tentunya membuat kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) juga terus meningkat. Hanya saja sejauh ini kuota minyak yang diberikan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) baru 60 persen dari kebutuhan nelayan. Oleh sebab itu Dinas Perikanan Kabupaten Berau Kembali mengajukan penambahan kuota BBM kepada BPH Migas.
menurut Kepala Dinas Perikanan Berau Dahniar Ratnawati, bahwa kebutuhan BBM subsidi di Kabupaten Berau sebanyak 15 juta ton per tahun, dimana per bulannya membutuhkan 1,3 juta ton dan baru dipenuhi sebanyak 500 ton yang tersebar di 6 SPBU di Kabupaten Berau.
Dirinya menjelaskan bahwa, setiap tahun tidak ada yang berubah dalam hal pemenuhan BBM subsidi, hanya saja tidak selalu dipenuhi oleh BPH Migas. Dinas Perikanan berharap ada penambahan kuota, agar dapat memenuhi semua kebutuhan nelayan di Kabupaten Berau.
“Kuota yang diberikan BPH Migas setiap tahun memang mengalami kenaikan, karena alas an dan pertimbangan wilayah tangkapan yang semakin jauh yakni di atas 4 mill dari daratan. Jadi, nelayan yang membutuhkan BBM juga semakin banyak. Namun disisi lain armada juga terus bertambah, walaupun dari sisi data masih memproses pengurusan pas kapal. Hanya saja jika dikonversikan ke jumlah nelayan yang sudah terdaftar, kuota BBM itu masih tetap belum mencukupi, ” jelasnya.
Dahniar Ratnawati juga menyampaikan bahwa, pihaknya mengeluarkan sebanyak 800 surat rekomendasi di bulan Januari 2023. Setiap bulan jumlahnya berbeda-beda, selisih 50-60 nelayan, lantaran ada kapal yang sedang diperbaiki dan sebagainya. “Jumlah BBM subsidi yang diterima setiap nelayan juga berbeda-beda, ada perhitungan khusus, berdasarkan perjalanan hingga mesin kapal yang dipakai,” ucapnya.
Adapun nelayan yang mendapat surat rekomendasi, yakni nelayan kecil dan menengah di bawah 30 Gross Ton (GT), dengan syarat memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), surat pas kapal dan dokumen lainnya. Adapun dari 3.800 kapal, baru hanya capai 1.500 kapal yang sedang mengurus surat pas kapal.
Dalam hal ini, nelayan kecil harus tercatat datanya di provinsi. Sedangkan, nelayan menengah wajib mengikuti proses perizinan di provinsi dan harus melengkapi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), serta surat izin penangkapan atau pengangkutan selain dari dokumen kapal itu sendiri.
“Sementara, di atas 30 GT, nelayan dianggap skala besar dan mampu membeli BBM non subsidi. Kami yang memberikan rekomendasi benar-benar memverifikasi apakah benar nelayan dengan kelengkapan dokumen yang dimiliki dan diyakini beroperasi. Kalau tidak beroperasi tentu tidak kami keluarkan surat rekomendasi, jangan sampai BBM subsidi yang diberikan disalahgunakan,” sambungnya.
Menurutnya, nelayan di Kabupaten Berau dinilai semakin maju. Hal ini ditandai oleh dengan semakin besarnya ukuran kapal. Kapal di atas 10 GT saat ini jumlahnya mencapai 75 kapal dari sebelumnya yang hanya 10 kapal saja. Hal itu menandakan wilayah tangkapan mereka semakin jauh, namun, bisa juga menandakan bahaya bahwa wilayah tangkapan yang dekat sudah semakin berkurang produktifitasnya. “Jika memang itu penyebab utamanya, maka menjadi tugas kita bersama untuk menjaga lingkungan laut agar biota dan ekosistemnya juga tetap produktif,” pungkasnya. (Nht/Asti).