SAMARINDA, Swarakaltim.com – Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda mengakui masih menemui sejumlah hambatan dalam pelaksanaan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sekolah. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan DKK Samarinda, Budy Setyawan, menyampaikan hal tersebut ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (2/9/2025).
Program CKG Sekolah merupakan inisiasi Kementerian Kesehatan RI dan telah dilaksanakan sejak Agustus 2025 untuk seluruh jenjang pendidikan, mulai SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, SLB, pesantren, hingga sekolah rakyat.
Budy menjelaskan, program ini langsung dijalankan setelah instruksi turun dari Kemenkes, bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru. Namun, sejumlah kendala muncul di lapangan.
“Dia (program CKG Sekolah) ini pada saat pembelajaran baru, tahun ajaran baru. Jadi biasanya yang baru-baru ini kan sudah dua bulan yang lalu berjalan. Artinya memang ada beberapa sekolah yang belum siap,” jelas Budy.
Menurutnya, kesiapan sekolah berbeda-beda, baik dari sisi sarana maupun dukungan tim.
“Belum siap dalam artian mungkin lagi proses membangun. Sekolah yang belum dibangun, kemudian dari kesiapan dari tim sekolah juga yang belum siap. Karena kita kan perlu space (ruang) khusus untuk pemeriksaan,” katanya.
Jenis pemeriksaan di tingkat SD dan SMP juga memiliki perbedaan. Untuk SD meliputi status gizi, perilaku merokok (kelas 5-6), aktivitas fisik (kelas 4-6), tekanan darah, gula darah, tuberkulosis, kesehatan telinga, mata, gigi, jiwa, hati (Hepatitis B), reproduksi (kelas 4-6), serta riwayat imunisasi (kelas 1). Sedangkan di SMP, pemeriksaan hampir serupa namun ditambah talasemia, anemia (kelas 7), Hepatitis B dan C, serta riwayat imunisasi HPV bagi siswi kelas 9.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan sejumlah masalah kesehatan yang dialami pelajar.
“Dari hasil tersebut, banyak beberapa pelajar mengalami gangguan. Seperti gigi yang berlubang, kesehatan mental, pandangan yang kabur, gangguan pendengaran dan gangguan konsentrasi,” terangnya.
Tim kesehatan dari puskesmas melakukan intervensi langsung di lokasi untuk kasus ringan, sementara kasus dengan kategori sedang dirujuk ke puskesmas.
“Jika memang tidak bisa ditangani di skala puskesmas, maka kita langsung rujuk ke rumah sakit,” tambah Budy.
Namun, DKK menghadapi hambatan pada tahap pelaporan data. Hingga kini, puskesmas belum bisa melakukan penginputan hasil pemeriksaan ke aplikasi ASIK (Aplikasi Sehat Indonesiaku).
“Memang yang kita hambatannya itu pada saat pengiputan, itu gangguan. Pihak puskesmas hingga saat ini belum bisa melakukan penginputan data,” kata Budy.
Akibat kendala tersebut, DKK Samarinda belum mengetahui jumlah pasti pelajar yang sudah mengikuti program ini. Budy berharap Kemenkes segera memperbaiki sistem agar evaluasi dan strategi lanjutan bisa dilakukan berbasis data yang valid.(DHV)