SENDAWAR, Swarakaltim.com – Kondisi infrastruktur jalan dan jembatan di perkampungan di Kutai Barat (Kubar) masih banyak yang harus dibangun. Jika mengandalkan dana pemerintah tidak bisa seperti membalik telapak tangan. Sementara kondisi warga yang memerlukan rata-rata sudah sangat mendesak.
Bupati Kubar FX Yapan mengakui, bahwa yang bisa membantu mempercepat pembangunan jalan harus ada kepedulian dari pihak perusahaan. Terutama melalui dana CSR (Corporate Social Responsibility). Namun jikapun sudah ada pengerjaan jalan oleh sejumlah perusahaan bahkan pemerintah terdahulu, banyak yang sudah rusak.
Hal ini disebabkan, pembangunan jalan langsung diaspal tanpa memperhatikan kondisi pondasi badan jalan.
“Makanya, di era pemerintahan saya, lebih condong melakukan semenisasi atau cor beton bertulang pada badan jalan. Biar sejengkalpun dilaksanakan. Dari pada langsung diaspal sebentar mulus tapi hanya beberapa waktu saja sudah rusak kembali. Akibatnya, uang yang sudah digelontorkan akan sia-sia saja,” kata Bupati, ketika memberikan sambutan pada rapat koordinasi dana CSR di Gedung Aji Tulur Jejangkat Kantor Bupati Kubar, belum lama ini.
Hadir pimpinan perusahan tambang dan satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemkab Kubar. Bahkan bupati menyikapi laporan dana rapat koordinasi disebutkan, dana CSR 2021 terealisasi, secara keseluruhan Rp 18 miliar yang dikerjakan di kampung-kampung yang menjadi binaan perusahaan tambang. Namun realisasinya, bupati mengaku, masih meragukan.
Bupati menambahkan, tak hanya cor beton bertulang, program soal infrastruktur akan dikerjakan dari kampung-kampung. Jika pemerintahan lebih fokus pembangunan di pusat perkantoran dan ibu kota kabupaten. “Kita melihat pembangunan di kampung-kampung akan diprioritaskan,” katanya.
Kenapa demikian, menurut Bupati dua periode di Bumi Tanaa Purai Ngeriman itu, memberikan gambaran. Walaupun program berlian pemerintah tapi kalau kondisi jalan tidak baik atau rusak jadinya percuma saja atau sia-sia.
Sementara itu, Petinggi Muara Beloan Kecamatan Muara Pahu, Rudi membenarkan, jika pembangunan akses jalan diutamakan. Sebagai salah satu contoh saja, ketika panen ikan haruan melimpah.
“Harga ikan awalnya Rp 20 ribu per kg namun karena panen melimpah akhirnya tidak ada pembeli. Padahal di pasar Olah Bebaya Melak, harga ikan haruan Rp 50 sampai Rp 60 ribu per kg. Ini jelas merugikan nelayan di Muara Beloan. Jikapun jalan mulus pasti terjual,” kata Rudi