IESR Bersama Rombongan Lakukan Program Jelajah Energi Kaltim, Tinjau Di PLTU Kariangau.

BALIKPAPAN, Swarakaltim.com – Usai melakukan Kunjungan Kerja di PT PHM dan TPAS Manggar, kembali Team Institute For Enssential Service Reform (IESR) bersama CASE, Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) serta rombongan telah melakukan peninjauan ke PT. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Kariangau, Balikpapan, Rabu (6/9/2023).

Rombongan tersebut terdiri dari instansi pemerintah yakni Dinas ESDM Kaltim, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan, Kelompok Masyarakat (Duta Wisata Kaltim, Duta Lingkungan Kota Balikpapan, Kawal Borneo Community, Bank Telihan, Srikandi Konservasi, WALHI Kaltim, Yayasan Bumi, dan Su-re.co), para Akademisi (Universitas Mulawarman, Politeknik Negeri Samarinda, dan SRE Institut Teknologi Kalimantan), serta puluhan awak media lokal juga nasional turut hadir dalam kegiatan ini.

Kunjungan kali ini, para peserta Jelajah Energi Kaltim telah mendapatkan informasi tentang pemanfaatan memanfaatkan energi biomassa, menjadi salah satu campuran batu bara sebagai bahan bakar Co-Firing.

Di hadapan para peserta Jelajah Energi Kaltim, Asisten Manajer Operasi PT PLN Nusantara Power Unit Pembangkitan Kaltim Teluk Kota Balikpapan, Dhidhik K Laksono menjelaskan bahwa PLTU yang memiliki kapasitas 2×110 Mega Watt (MW).

“Dan saat ini telah menggunakan Co-Firing dari energi biomassa sebanyak 3 persen, sisanya dari bahan baku batu bara,” lanjutnya.

“Biomassa sekitar 1250 ton energi yang diperoleh PLTU Kariangau ini, berdasarkan kontrak dari dua perusahaan yakni 400 ton energi dari PT Teluk Borneo Nusantara (suplai dari TPAS Manggar) dan 850 ton energi biomassa dari PT AW Technology (suplai woodchip dari sekitar Balikpapan),” urainya.

“Dalam prosesnya ini, 3 persen dari biomassa dan 97 persen dari batu bara, di campur kemudian di aduk dan di kirimkan ke bunker untuk bahan bakar boiler dan menjadi bahan bakar PLTU,” jelasnya.

Dhidhik K Laksono menerangkan bahwa berdasarkan data, Co-Firing PLTU Kariangau Balikpapan menggunakan energi biomassa dimulai sejak 8 September 2022.

“Dengan durasi 4 jam, PLTU menggunakan total batu bara 280 ton dicampur Woodchip sebanyak 14,5 ton, berhasil menghasilkan beban sebesar 100 MW,” imbuhnya.

“Kemudian dilakukan uji coba pada 12 Desember 2022 silam, menggunakan Woodchip, dengan status berhasil,” ungkapnya.

“Karena kesulitan untuk mendapatkan bahan baku Woodchip, sehingga hanya 3 persen saja yang dapat di gunakan sebagai bahan campuran sebagai bahan bakar PLTU,” ujarnya.

Dhidhik K Laksono menjelaskan bahwa luasan PLTU Kariangau ini sekitar 58,8 hektare, dan dapat menyuplai 35 persen pemenuhan listrik di Sistem Mahakam dan 17 persen di Sistem Interkoneksi Kalimantan.

“Adapun daya yang di hasilkan, telah mencapai 1171,53 MW dengan Beban Kaltim 519,10 MW, masih surplus 652,43 MW,” sambungnya.

Berdasarkan pemaparan pihak PLTU Kariangau ini, analis Senior IESR Raditya Wiranegara mengatakan bahwa untuk mendukung operasi co-firing di PLTU Teluk Balikpapan, PLN menjalin kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan, dalam penyediaan Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) dari sampah dan woodchip berasal limbah kayu yang bersumber dari TPAS Manggar.

“Rasio co-firing yang direncanakan sejauh ini baru 5%,” tambahnya.

“Dengan teknologi tungku bakar yang digunakan di PLTU ini, yaitu Circulating Fluidised Bed (CFB), sebetulnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan rasionya, paling tidak hingga 20 persen (berdasarkan pengalaman dari penggunaan tungku bakar yang sama di pembangkit listrik milik Cikarang Listrindo),” tuturnya.

“Namun, keberlanjutan suplai merupakan tantangan utama dari operasi ini, dan TPAS Manggar dijadwalkan berakhir masa beroperasinya pada tahun 2026,” ucapnya

“Oleh karena itu, PLN perlu merencanakan bagaimana akan memastikan keberlanjutan dari suplai bahan bakar ke depannya setelah TPAS Manggar ditutup, baik itu dengan mengambangkan hutan tanaman energi maupun dengan pemanfaatan limbah lainnya, seperti limbah dari perkebunan sawit,” terangnya.

“Selain itu, rencana ini juga mesti menargetkan peningkatkan rasio co-firing, sehingga emisi yang dihasilkan dapat berkurang lebih banyak lagi, tentunya dalam rangka transisi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT),” pungkasnya. (AI)

Loading

Bagikan: