Warga Tolak Lanjutan Proyek RS Korpri Tanpa Sodetan Pengendali Banjir

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Warga Kelurahan Rapak Binuang kembali menyuarakan keberatan atas rencana kelanjutan proyek perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II (RS Korpri) di Jalan Wahid Hasyim I. Mereka meminta proyek tersebut tidak dilanjutkan sebelum dibangun sodetan sebagai upaya pengendalian banjir.

Ketua RT 27 Rapak Binuang, Kamaluddin, menyebut wilayahnya selama ini merupakan daerah tampungan akhir banjir dari sejumlah kawasan hulu. Kondisi itu diperparah dengan aktivitas pematangan lahan proyek yang dinilai menghilangkan area resapan air.

“Rapak Binuang ini memang sudah sering tenggelam. Sekarang airnya sudah mendekati level jalan. Kalau pengerjaan diteruskan, besar kemungkinan perumahan Pondok Surya dan akses ke Karang Mumus juga terdampak,” kata Kamaluddin.

Ia menjelaskan, sebelum adanya pengerjaan proyek, ketinggian banjir di wilayahnya hanya sebatas lutut. Namun kini, air bisa mencapai pinggang orang dewasa dan masuk ke dalam rumah warga, sehingga aktivitas masyarakat lumpuh total.

“Kalau sudah banjir, warga tidak bisa apa-apa. Bantuan susah masuk, dapur terendam, alat rumah tangga rusak. Kami bahkan bisa satu hari tidak makan karena tidak bisa masak,” ujarnya.

Menurut Kamaluddin, kondisi tersebut bukan lagi sekadar kekhawatiran, melainkan dampak yang sudah dan akan terus terjadi. Ia menilai hilangnya resapan air membuat aliran banjir langsung masuk ke permukiman tanpa sempat tertahan.

Ia pun menegaskan, proyek hanya bisa dilanjutkan jika dibarengi pembangunan sodetan, yakni saluran air buatan yang berfungsi mengalihkan atau membagi aliran sungai agar debit air tidak terkonsentrasi di satu wilayah.

“Air dari Batu Besaung, Batu Cermin, Uap Sarani, dan Perjuangan semuanya bermuara ke Rapak Binuang. Kalau tidak dibuat sodetan, entah di Bengkuring atau lokasi lain, wilayah kami sudah tidak sanggup menampung,” tegasnya.

Kamaluddin berharap Pemerintah Kota Samarinda bersama instansi teknis terkait dapat meninjau ulang proyek tersebut. Ia meminta pekerjaan dihentikan sementara hingga solusi pengendalian banjir, termasuk pembangunan sodetan, benar-benar direalisasikan.(DHV)

Judul: Pemkot Samarinda Evaluasi Ketat Proyek Perluasan RS AMS II di Sempaja

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Pemerintah Kota Samarinda melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pematangan lahan proyek perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin (AMS) II di Sempaja. Wali Kota Andi Harun menyebut, penghentian sementara proyek tersebut merupakan langkah korektif atas proses perizinan yang tidak berjalan optimal.

Ia mengungkapkan bahwa Pemkot baru mengetahui secara utuh aktivitas pengurukan lahan setelah pekerjaan berlangsung. Kondisi tersebut, menurutnya, menjadi pelajaran penting dalam pengawasan lintas kewenangan antara pemerintah kota dan provinsi.

“Kami memang luput mengawasi sejak awal. Karena itu, penangguhan kemarin menjadi langkah yang perlu diambil,” ujar Andi Harun, Kamis (18/12/2025).

Ia menjelaskan, rencana pematangan lahan diajukan oleh Dinas PUPR-Pera Provinsi Kaltim kepada DLH Kota Samarinda. Permohonan itu masuk saat DLH sedang berada dalam masa transisi kepemimpinan.

Andi Harun menyebut, pada periode tersebut, proses pembahasan tidak melibatkan unsur teknis yang seharusnya hadir, termasuk bidang terkait dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

“Ini saya sampaikan apa adanya. Prosedurnya tidak dijalankan secara lengkap,” ucapnya.

Lebih jauh, ia menilai surat persetujuan yang terbit pada akhir Agustus tidak memenuhi unsur persetujuan lingkungan sebagaimana diatur regulasi. Ia menegaskan bahwa izin pematangan lahan merupakan kewenangan Dinas PUPR Kota Samarinda, bukan DLH.

Aspek lain yang menjadi perhatian Pemkot adalah status kawasan proyek yang berada di zona rawan banjir. Berdasarkan peta kebencanaan, wilayah tersebut memiliki risiko banjir menengah hingga tinggi sehingga tidak layak untuk aktivitas penimbunan.

“Oleh karena itu, kami minta izin diurus ulang dan disesuaikan dengan ketentuan tata ruang serta lingkungan,” katanya.

Ia menambahkan, pembangunan fasilitas kesehatan masih memungkinkan dilakukan sepanjang mengikuti rekomendasi teknis, seperti penerapan bangunan bertipe panggung. Namun ia mengakui, ketentuan tersebut tidak sepenuhnya diterapkan pada bangunan RSUD AMS yang sudah ada.

Andi Harun juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap praktik pembangunan. Menurutnya, pemerintah harus berani mengakui bahwa kesalahan tata kelola lingkungan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat atau pelaku usaha.

Pemkot memilih langkah penangguhan ketimbang pembatalan izin secara sepihak. Andi Harun menilai pendekatan tersebut lebih adil selama pihak terkait bersedia menyesuaikan rencana pembangunan dengan regulasi yang berlaku.

Ia menutup pernyataannya dengan ajakan memperbaiki tata kelola lingkungan secara bertahap melalui kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, hingga masyarakat.(DHV)

www.swarakaltim.com @2024