Polusi Udara Tak Sedap, LAD Kaltim Tuding PT Budi Daya Cemari Lingkungan Warga

Polusi Udara Tak Sedap, LAD Kaltim Tuding PT Budi Daya Cemari Lingkungan Warga
Polusi Udara Tak Sedap, LAD Kaltim Tuding PT Budi Daya Cemari Lingkungan Warga

Loading

Caption: Tampak mesin pabrik pengolah batu atau cruser untuk bahan campuran Asphalt mengepulkan asap saat beroperasi pada siang hari, Selasa (23/6/2020).

KUTAI BARAT, Swarakaltim.com – Mendalami berbagai kasus menyangkut masalah lingkungan tidak terlepas dari kegiatan korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam dalam jumlah besar, sebagai salah satu faktor produksi untuk menunjang operasional perusahaan.

Biasanya Korporasi merupakan subyek paling dominan sebagai dalang yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu lingkungan hidup di suatu wilayah atau lingkungan masyarakat tertentu.

Seperti disebut Lembaga Adat Dayak (LAD) Provinsi Kalimantan Timur, menuding pabrik pengeloh batu bahan campuran Asphalt atau disebut Cruser yang beropersi di Kampung Rejo Basuki, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, diduga kuat mencemari lingkungan masyarakat.

Pencemaran itu akibat polusi udara ketika mesin pabrik pengolah bahan baku campuran Asphalt ini beroperasi menimbulkan asap tebal berbau tak sedap oleh warga sekitar dan warga pengendara roda dua saat melintas.

Pasalnya lokasi pabrik tak jauh dari rumah warga, bahkan letak lokasi mesin penggilingan batu tersebut berada di pinggir jalan Trans Kaltim yang hanya hitungan menit jika hendak menuju pusat Ibu Kota Sendawar.

Ketua LAD Provinsi Kaltim, Rustani melalui Wakil Ketua LAD Kaltim Markus Mas Jaya menegaskan, dampak yang dirasakan warga sekitar akibat polusi udara tak sedap. Ditambah kebesingan suara mesin pabrik saat beroperasi siang dan malam, sehingga menimbulkan keresahan warga setempat.

Markus Mas Jaya mengakui sebenarnya sudah lama warga melaporkan hal tersebut kepada pemilik pabrik. Namun tak satupun laporan warga dianggap, seolah olah tak mau tahu dengan warga setempat.

“Sehingga warga meminta pihak LAD Kaltim untuk menegur pemilik agar ada upaya untuk memindahkan lokasi pabrik ini. Sebab sudah belasan tahun warga mengeluh akibat bau tak sedap ditambah kebisingan lingkungan akibat mesin pabrik,” ungkapnya dalam keterangan pers ke awak media setelah Markus meninjau lokasi pabrik tersebut, Selasa (23/6/2020).

Markus menyebut, pencemaran lingkungan hidup, bukan hanya akan berdampak buruk bagi kehidupan warga masyarakat sekitar, namun juga dapat mengancam pada kelangsungan hidup masyarakat Ibu Kota Kecamatan Barong Tongkok, yang berimbas pada anak cucu kita kelak.

“Oleh karena itu baik masyarakat, maupun pemerintah berhak dan wajib secara aktif berperan serta aktif dalam pelestrian lingkungan hidup, negara sudah berupaya memberikan perlindungan melalui berbagai peraturan perundang-undangan,” tandas Markus.

Ia menilai dampak pencemaran akibat beroperasinya pabrik milik PT Budi Daya Usaha Sejahtera itu, melanggar UU No. 32 tahun 2009 tentang polusi udara. Selain itu kuat dugaan Markus bahwa beroperasinya pabrik itu tidak memenuhi  dokumen/ijin lingkungan (Amdal).

“Sesuai UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informsi Publik, bahwa AMDAL sebagai dokumen hukum, dokumen ilmiah dan dokumen publik. Oleh karena itu dokumennya bisa dimiliki publik/masyarakat luas dan bukan dokumen rahasia, sehingga siapapun dapat mengakses dan mendapatkan dokumen tersebut dengan bebas, apalagi yang terdampak langsung,” jelasnya.

Markus meminta pemilik pabrik agar dapat memperhatikan kesehatan lingkungan warga setempat. Sebab dirinya telah meninjau lokasi sekaligus berniat untuk menemui pemilik pabrik yang bernama Kusaini atau lebih dikenal dengan sebutan H Kusen, untuk menyampaikan masukan atas keluhan warga setempat.

“Pantas saja warga mengeluh, bahkan kedatangan kita dari LAD Kaltim hari ini tadi tidak diindahkan pemilik pabrik. Ketika H Kusen itu melihat kita, malah dia langsung tancap gas masuk mobil lalu menghilang dari lokasi pabriknya itu. Seolah olah ada yang disembunyikannya dari kita,” tutur Markus.

Ia mengakui jika dampak yang ditimbulkan dari polusi tersebut bisa terukur jika ada niat baik dari pemilik pabrik terhadap lingkungan dan kesehatan warga setempat. Karena terkesan ada pembiaran terhadap beroperasinya pabrik tersebut.

“Jika kita liat, ada kesan pembiaran oleh pemilik pabrik yang tak tau menahu terhadap kesehatan lingkungan masyarakat. Sudah warga Kubar mengalami ketakutan serius terhadap Covid-19. Ditambah mencium bau tak sedak akibat polusi yang diciptakan mesin pabrik tersebut,” tandasnya.

Dijelaskan dia, dalam perkara penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) (vide PP No. 74 Tahun 2001), dengan sengaja melepaskan atau membuang zat, energi dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan bisa dipidanakan.

“Apabila pelakunya badan hukum atau badan usaha, maka sanksi pidana seperti pasal 50 ayat (1),(2) dan (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” pungkas Markus.

Penulis : Alfian

Editor   : Redaksi (SK)