(26 November 2011 – 26 November 2020 )
Swarakaltim.com – JEMBATAN Kutai Kartanegara di kota Tenggarong, Kalimantan Timur, adalah sebuah jembatan yang melintas di atas Sungai Mahakam dengan panjang keseluruhannya mencapai 710 meter dikenal merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Jembatan ini dibangun dengan Jembatan Golden Gate di Teluk San Francisco, Amerika Serikat.
Jembatan penghubung antara kota Tenggarong (Kabupaten Kutai Kartanegara) dengan Kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Ibu Koota Provinsi Kaltim, Samarinda itu, dimulai pembangunannya pada tahun 1995 dan selesai pada 2001 ini setelah 10 tahun kemudian terjadi peristiwa mengerikan.
Pada Sabtu sore tanggal 26 November 2011 itu saya ingat betul karena hari itu bertepatan dengan hari pernikahan adik ipar bungsu saya di kota Samarinda, namun di lain tempat tepatnya di kota Raja Tenggarong tak ada yang mengira apa yang bakal terjadi pada Jembatan Kutai Kartanegara.
Jembatan ikonik yang diprediksi bakal kuat hingga 50 tahun itu tetapi baru berusia 10 tahun secara mengejutkan ambruk hanya dalam hitungan detik. Puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam dan puluhan orang meninggal dunia di tempat kejadian serta banyak warga luka-luka yang saat itu dirawat di RSUD Aji Parikesit Tenggarong.
Akibat peristiwa ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara pada Sabtu 26 November 2011 sekitar pukul 16.20 Wita tersebut, keseluruhannya merenggut 26 nyawa. Korban terakhir baru ditemukan hampir sebulan sesudah kejadian.
Tragedi memilukan ini menarik simpati seluruh negeri, tak hanya di Indonesia, bahkan dunia. Runtuhnya jembatan itu disebut sebagai salah satu kegagalan struktur terburuk di dunia.
Diduga robohnya jembatan ini akibat pekerjaan pendongkrakan kabel penahan jembatan, tetapi yang fatal aktifitas arus lalu lintas disana malah tidak dialihkan, sehingga mengakibatkan puluhan warga meninggal dunia.
Mengutip hasil analisis Sindur P Mangkoesoebroto dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dimuat dalam Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil (2012).
Mangkoesoebroto menggunakan analisis tegangan untuk menyimpulkan bahwa penyebab keruntuhan jembatan adalah kegagalan struktur itu sendiri. Struktur Jembatan Kutai Kartanegara, terutama blok angkur, mulai bermasalah sejak selesai dibangun. Kegagalan fondasi menjadi salah satu penyebab utama.
Sebelumnya keputusan pendongkrakan ini ditempuh karena bentang tengah jembatan sepanjang 270 meter itu mengalami penurunan atau disebut deformasi. Jika jalan di jembatan semestinya rata atau cembung ke atas, saat itu jalan di jembatan malah melengkung ke bawah.
Pada awalnya, pendongkrakan atau jacking dilakukan di sisi hilir jembatan. Aktifitas dongkrak berjalan tiga tahap yakni setiap naik 5 sentimeter. Setelah lantai jembatan naik 15 sentimeter, diketahui dari memendeknya kabel penggantung, pekerjaan berlanjut ke sisi hulu atau sisi yang dekat dengan Pulau Kumala.
Pada saat sisi hulu ini didongkrak, sambungan antara batang penggantung (kabel vertikal) dengan kabel utama (dua kabel paling atas jembatan yang membentang horizontal) tiba-tiba putus. Bagian yang putus itu pada sambungan nomor 13 atau tepat di tengah-tengah karena seluruh sambungan jembatan berjumlah 26 buah.
Sementara beban yang diterima 25 sambungan yang lain melimpah secara tiba-tiba, akibatnya satu persatu sambungan putus dengan cepat bahkan disebut hanya dalam tempo hanya 20 detik saja dari putusnya kabel penggantung pertama.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun…
*(Arbani, Wartawan SKH Swara Kaltim)