“Muhammad Fadli Akbar
Kebijakan publik KAMMI Samarinda”
SAMARINDA, Swarakaltim.com – Hari buruh Internasional atau Mayday yang diperingati pada 1 mei, secara historis merupakan kesempatan untuk mengenang perjuangan heroik dari para pekerja dalam mendapatkan hak atas delapan jam kerja. Namun peringatan MayDay 2021, seperi juga pada 2020, terasa berbeda karena masih diselimuti pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai.
Peringatan hari buruh internasional atau may day kali ini menjadu duka yang mendalam bagi pekerja diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat covid-19 hingga ancaman dari kebijakan Omnimbus Law RUU Cipta Kerja, yang membuat nasib pekerja dan rakyat semakin tidak menentu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan bahwa isu yang diusung oleh buruh terkait RUU ciptaker adalah terkait klaster ketenagakerjaan termasuk didalamnya adalah memuat masalah aturan PHK, jam kerja dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) yang sangat meresahkan kaum buruh.
UU Cipta Kerja menambah panjang jam kerja lembur yang awalnya paling lama 3 jam sehari dan 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya dimana istirahat panjang sifatnya wajib, sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama.
Pengupahan hanya ditujukan untuk mewujudkan hak buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan sebelumnya lebih tegas mengamanatkan pemerintah untuk menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi buruh, yang intinya penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dan UUD ini menghapus upah minimum sektoral, dan mekanisme penangguhan upah minimum sebagaimana sebelumnya diatur Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBBI) menilai tahun 2020-2021 merupakan tahun yang paling berat bagi para buruh. Menurut Presiden KSBBI Elly Rosita, Omnimbus Law dan Covid – 19 membawa permasalahan yang serius bagi buruh saat ini.
Pada pandemi Covid – 19 saat ini, sudah ada 70 ribu buruh yang terkena dampak. 4.011 buruh kehilangan pekerjaan atau pemutusan hubungan kerja. Sedangkan menurut catatan Badan Pusat statistik (BPS), covid-19 memberikan dampak terhadap 14,28% penduduk usia kerja, atau 29,12 juta orang dari total populasi 203,97 juta.
Angka ini terjadi dari 2,56 juta orang yang menganggur, 0,76 juta orang bukan angkatan kerja (BAK), 1,77 Juta orang yang sementara tidak bekerja, dan 24,03 juta orang yang mengalami pengurangan jam kerja, semuanya karena pandemi.
Tidak mengherankan jika kemudian tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mengalami peningkatan dari 5,23% (Agustus 2019) menjadi 7,07% (Agustus 2020).
Pada 2021 menyusul pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi 2,07% dan pemberlakuan UU Cipta Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum berdasarkan pertimbangan dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Pemerintah berusaha menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para investor, yang mana kemudian diharapkan membawa efek domino penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Namun, branding tenaga kerja murah tidak seharusnya dijadikan daya tarik.
Selain berpotensi mengabaikan kesejahteraan pekerja, pasar tenaga kerja yang melimpah tanpa dibarengi keterampilan yang mumpuni hanya akan menghasilkan produktivitas rendah dan tidak menarik bagi investor.
Dalam kegiatan perekonomian yang melibatkan pengusaha dan pekerjanya, kerap kali terjadi konflik karena perbedaan pendapat dan kepentingan kedua belah pihak. Dari sisi pekerja dipastikan mereka mengharapkan dan mendesak upah untuk dinaikkan. Di sisi lain pengusaha berharap upah tidak naik atau tetap. Masing-masing pihak mempunyai argumentasi yang kuat untuk mendukung usulannya.
Bagaimanapun kesejahteraan buruh berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi. Hampir setengah dari penduduk berusia 15 tahun ke atas merupakan pekerja, baik sebagai pekerja formal maupun informal.
Daya beli yang memadai akan menciptakan pasar permintaan dan penawaran sehingga konsumsi meningkat dan perekonomian tetap berjalan. Dengan ini KAMMI Samarinda menyatakan selalu berpihak untuk kepentingan buruh demi terciptanya negara yang sejahtera. (*)
#Hidup Buruh
#Hidup Rakyat Indonesia
Publisher : Alfian (SK)