Puji Sosper Perda Penyelenggaraan Bantuan Hukum di RT 15 Rapak Dalam Loa Janan Ilir
SAMARINDA, Swarakaltim.com – Anggota DPRD Kaltim yang juga ketua Fraksi Demokrat Hj Puji Setyowati SH MHum menyampaikan di bumi etam diharapkan tak ada lagi istilah hukum ibarat pisau, tajam ke bawah, tumpul ke atas.
“Dengan adanya Perda no 5 tahun 2019 tentang penyelenggaraan bantuan hukum, tak ada lagi istilah hukum itu ibarat pisau, tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ucap Puji dalam kegiatan Sosialisasi dan Penyebarluasan Perda Provinsi Kalimantan Timur no 5 tahun 2019 di Gang Baru RT 15 kelurahan Rapak Dalam Loa Janan Ilir Jalan KH Harun Nafsi, Minggu (6/3/2022).
Puji menegaskan bahwa warga negara Indonesia tidak terkecuali di Kalimantan Timur adalah sama di mata hukum.
“Dengan adanya Perda ini, warga yang tidak mampu bisa difasilitasi bantuan hukumnya ketika tersangkut masalah hukum. Baik tidak mampu terhadap pengetahuan hukumnya maupun pembiayaan yang timbul dari perkara hukum yang dihadapinya,” kata Puji anggota DPRD Provinsi Kaltim asal Daerah Pemilihan (Dapil) Samarinda.
Karena lanjut Puji tidak semua masyarakat yang tersangkut masalah hukum mampu secara pengetahuan hukum dan mampu secara keuangan.
“Dengan perda ini, masyarakat jangan takut. Dengan memahami Perda ini bisa menjadi benteng bersama dan menjadi guru bagi teman-teman kita, tetangga kita yang tersangkut hukum. Sehingga Perda ini bisa dimanfaatkan ketika masyarakat tersangkut masalah hukum. Tapi doa kami agar kita semua tidak tersangkut masalah hukum,” tutur Puji.
Senada juga disampaikan H Syaharie Jaang SH MSi MH yang juga kandidat Doktor Ilmu Hukum dalam paparannya selaku narasumber.
“Ingin saya katakan, pada saat saya menjabat pun (sebagai wali kota Samarinda 2 periode, red) selalu saya katakan jangan sampai kita bermasalah hukum. Supaya tidak berhubungan dengan masalah hukum, hindari bibit-bibit perpecahan dan pertikaian. Ada permasalahan hukum ini karena adanya ketidakharmonisan. Jika kita tidak bisa mengendalikan diri, akan berhubungan dengan aparat hukum. Ketika sudah berhubungan masalah hukum, tidak semudah mencabut paku di dinding,” katanya.
Oleh karena itu pesannya jangan sampai terjadi bermasalah dengan hukum. “Tapi jika sudah terjadi, kita selesaikan dengan cara hukum jangan diatasi diluar hukum. Bagi yang tidak mampu, disinilah peranan keberadaan Perda Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini,” tegas Jaang.
Begitu pula Rusdiono SH MH MCla ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kaltim lebih teknis menyampaikan isi dari Perda tersebut.
“Dalam Perda ini disebutkan si pemberi bantuan hukum adalah organisasi bantuan hukum atau sering kita dengar LBH maupun LKBH. LBH akan bekerjasama dengan Pemprov Kaltim, anggarannya akan diberikan ke LBH,” urainya.
Lantas siapa penerima bantuan yang diatur dalam Perda ini, lanjut Rusdiono si penerima adalah orang atau kelompok miskin yang merupakan masyarakat Kaltim yang sedang menghadapi persoalan hukum.
“Inilah yang dibantu dan difasilitasi bantuan hukum. Semua kedudukan masyarakat sama di mata hukum. Tapi kenyataannya akses ketidakadilan sering diperoleh masyarakat tidak mampu. Karena untuk memperoleh itu perlu membutuhkan biaya,” katanya.
Rusdiono mencontohkan untuk daftar perkara saja sudah harus mengeluarkan biaya, belum lagi pas persidangan, ketika ada upaya hukum banding hingga kasasi.
“Bagi yang tidak mampu ini adalah persoalan. Hadirnya Perda ini untuk membantu masyarakat,” pungkasnya.
Sosialisasi ini sendiri berjalan secara Protokol Kesehatan ketat, dan untuk mempersingkat waktu, warga yang hendak bertanya atau memberikan usulan bisa meninggalkan catatan atau bertanya langsung melalui WhatsApp. (dho)