Wakil Ketua 3 Komite II DPD RI: BPIP Harus Dievaluasi Total, Tak Cukup dengan “Maaf”

SAMARINDA, Swarakaltim.com — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saat ini tengah menjadi sorotan tajam terkait kebijakan yang memaksa belasan anggota Paskibraka putri untuk membuka jilbab mereka saat pengukuhan di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 13 Agustus 2024.

Kritikan tajam pun datang dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua 3 Komite II DPD RI, Aji Mirni Mawarni, yang menyatakan bahwa BPIP harus dievaluasi total dan permintaan maaf saja tidak cukup.

Pada 15 Agustus 2024, Kepala BPIP RI, Yudian Wahyudi, menyampaikan permintaan maaf atas “pemberitaan yang berkembang” terkait insiden tersebut. Namun, menurut Aji Mirni, permintaan maaf ini tidak menyinggung kebijakan yang menjadi akar permasalahan, yaitu larangan berjilbab bagi Paskibraka.

“Permintaan maaf BPIP yang hanya menyinggung pemberitaan yang berkembang tanpa mengakui kesalahan dalam kebijakan yang diskriminatif ini tidak cukup. BPIP telah melakukan tiga kesalahan fatal sekaligus: diskriminasi terhadap Muslimah, pelanggaran terhadap konstitusi, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” tegas Aji Mirni anggota DPD asal Dapil Kaltim dalam siaran pers yang diterima Swara Kaltim, Sabtu (17/8/2024).

Aji Mirni menjelaskan bahwa kebijakan BPIP yang melarang Paskibraka putri untuk berjilbab saat pengukuhan dan pengibaran bendera pada 17 Agustus 2024 melanggar prinsip Bhinneka Tunggal Ika. “Mengapa Muslimah dilarang berjilbab saat pengukuhan? Apa salahnya berjilbab? Bukankah Muslimah juga bagian dari elemen pembangun negeri ini?” tambahnya.

Selain itu, Aji juga menyoroti pelanggaran konstitusi yang dilakukan BPIP, khususnya terhadap sila pertama Pancasila serta Pasal 28 E dan I, dan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beribadah bagi setiap warga negara. Menurutnya, kebijakan ini tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya menjadi landasan BPIP.

“Kebijakan ini juga melanggar HAM, karena berjilbab adalah hak setiap individu Muslimah yang diatur dalam syariat Islam. BPIP seharusnya lebih memahami dan menghargai hak-hak tersebut, bukan malah membuat aturan yang diskriminatif,” ujar Aji Mirni.

Ia juga menyoroti ketidakkonsistenan BPIP dalam kebijakan terkait jilbab. Menurutnya, Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 masih mengakomodir Paskibraka berhijab, namun aturan tersebut diubah melalui Keputusan Kepala BPIP RI Nomor 35 Tahun 2024, yang justru membatasi hak berjilbab.

Beberapa organisasi seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan Purna Paskibraka Indonesia (PPI) serta sejumlah ormas lainnya juga menyoroti kebijakan BPIP ini. Bahkan, beberapa elemen masyarakat lantang meminta BPIP untuk dibubarkan.

“BPIP harus bertanggung jawab atas kesalahan ini. Langkah konkrit yang perlu diambil adalah mencabut aturan yang diskriminatif dan mengevaluasi BPIP secara total. Tak cukup dengan permintaan maaf, kebijakan dan implementasi yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila harus diakhiri,” pungkas Aji Mirni Mawarni.(dho)

Loading

Bagikan: