Dukung Pemberitaan Ramah Anak dan Perempuan, Forum Pempred dan FJPI Kaltim Siap Pelatihan Khusus

Caption: Kadis Kominfo Kaltim, M Faisal (kiri), bersama Sekretaris Forum Pemred sekaligus Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kaltim, Tri Wahyuni (kanan).

SAMARINDA, Swaramediakaltim.com – Media bisa jadi penyembuh, tapi juga bisa jadi sumber luka baru. Karena itu, Forum Pemimpin Redaksi Serikat Media Siber Indonesia (Pemred SMSI) Kaltim bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kaltim mendorong pelatihan khusus bagi redaktur dan Pemred agar lebih peka dalam memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim M Faisal, menegaskan pentingnya etika dalam pemberitaan kasus kekerasan. Ia mengingatkan, pemberitaan yang salah justru bisa memperburuk kondisi psikologis korban.

“Ketika identitas korban tersirat dalam berita, kita sebenarnya sedang menambah beban mereka. Anak-anak yang seharusnya dipulihkan malah mendapat tekanan baru,” ujar Faisal di Samarinda, kepada media JurnalBorneo, Kamis (25/9/2025).

Menanggapi hal ini, Ketua Forum Pempred Endro S Effendi melalui Sekretaris Forum Pemred sekaligus Ketua FJPI Kaltim Tri Wahyuni menegaskan, bahwa isu pemberitaan ramah anak dan perempuan sudah menjadi agenda sejak awal pembentukan Forum Pemred SMSI.

“Peningkatan kapasitas wartawan di bidang pemberitaan yang ramah anak, ramah perempuan dan ramah korban kekerasan seksual memang sudah menjadi bagian dari agenda Forum Pemred,” jelas Tri Wahyuni.

“Jadi komitmen ini sejalan dengan yang disampaikan Pak Kadis Kominfo,” sambung Tri Wahyuni, melalui rilis Forum Pempred SMSI Kaltim, Jumat (26/9/2025).

Yuni sapaan akrabnya menambahkan, media tetap memiliki tanggung jawab menyampaikan informasi ke publik tanpa mengorbankan martabat korban.

“Ini yang harus kita pahami dan jaga bersama melalui kolaborasi lintas lembaga dan komunitas pers,” pesannya.

Selanjutnya, Forum Pemred Kaltim menyiapkan program khusus untuk melatih redaktur dan pemimpin redaksi, agar lebih peka dalam memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Program ini berlandaskan pedoman pemberitaan ramah anak dan perempuan yang telah ditetapkan Dewan Pers maupun lembaga terkait.

“Media punya peran besar membentuk empati publik. Informasi boleh disampaikan, tapi hak korban tetap harus dilindungi,” tegas Yuni.

Melalui pelatihan tersebut, sambung Yuni, untuk membentuk budaya redaksi. Jika pemred dan redaktur memahami isu ini, maka bisa menurunkan standar yang sama ke wartawan lapangan. Hasilnya, lahir budaya kerja jurnalistik yang sensitif terhadap anak dan perempuan.

Kemudian, meningkatkan kepercayaan publik, masyarakat akan lebih percaya pada media yang memberitakan isu anak dengan penuh empati dan tanggung jawab. “Kepercayaan ini sangat penting bagi keberlangsungan media,” tegas Yuni.

Meski demikian, lanjut Yuni, berita ramah anak bukan sekadar soal teknis penulisan, tapi juga bagian dari upaya membangun empati publik. Media bisa jadi garda depan untuk membentuk masyarakat yang lebih peduli dan melindungi anak.

Ke depan, pelatihan ini juga akan bekerjasama Diskominfo Kaltim dan Dinas Pemberdayaan Perempuan serta Perlindungan Anak (DP3A) untuk memperkuat kolaborasi perlindungan anak dan perempuan di tingkat daerah.(***/sk)

Editor : Alfian

Publisher : Redaksi

www.swarakaltim.com @2024