SAMARINDA, Swarakaltim.com – Meningkatkan penyadaran masyarakat, memberikan pengetahuan dan informasi, untuk transisi energi yang berkeadilan, serta memberikan gambaran media apa yang sebaiknya dipakai untuk melakukan komunikasi dan penyebaran informasi, Yayasan Mitra Hijau (YMH) telah menggelar Workshop membahas hal tersebut dengan mengundang media cetak, online, dan elektronik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Kaltim diwakili Dinas terkait, dan puluhan mahasiswa dan mahasiswi Universitas di Kota Samarinda.
Kegiatan ini berlangsung, di Ruang Apokayan lt.3, Hotel Horison Samarinda Jalan Imam Bonjol No 9, Kelurahan Pelabuhan, Jum’at (27/10/2023).
Di hadapan awak media, Dicky Edwin Hindarto selaku Chair Of Governing Board YMH menjelaskan bahwa YMH adalah Lembaga Swadaya Masyarakat berbentuk Yayasan yang
berfokus pada perubahan iklim dan strategi pembangunan rendah karbon (Low Emissions
Development Strategy).
“Dan sejak didirikan pada tahun 2013 hingga saat ini, YMH sudah bermitra dengan berbagai lembaga internasional, pemerintah, dan perusahaan multinasional dalam menjalankan dan menerapkan program kegiatannya,” lanjutnya.
Dalam pemaparannya perubahan iklim, dampak dan penyebabnya, Dicky mengatakan bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja.
“Hal ini tentunya, berdasarkan bukti ilmiah bahwa saat ini pemanasan global tidak bisa diragukan lagi, terlihat jelas bahwa temperatur global semakin meningkat, lautan menghangat, lapisan es abadi sangat berkurang, permukaan air laut meninggi, keasaman laut meningkat, dan cuaca ekstrem meningkat frekuensinya,” urainya.
Disebutkan pula bahwa di Indonesia lebih dari 20 juta jiwa terancam kenaikan muka air laut, kalau pemanasan global mencapai 2 derajat Celcius, dan ratusan juta jiwa lainnya akan terkena berbagai dampak perubahan iklim.
Dicky menambahkan bahwa berdasarkan data dari BNPB dijelaskan, pada tahun 2021 dari 5402 bencana, 5377 atau 99,3 persen adalah bencana iklim.

“Dan penyebab perubahan iklim tersebut, terjadi adanya peningkatan populasi penduduk yang menimbulkan aktivitas perekonomian meningkat, sehingga Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tidak terkendali,” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2021, lebih dari 75 persen dari total GRK berasal dari penggunaan bahan bakar fosil dari sektor energi.
“Dan Emisi terjadi terutama dari sektor industri, transportasi, rumah tangga, sampai bangunan komersial,” ujarnya.
Sehingga lanjutnya kedepannya akan berdampak pada perubahan iklim tersebut.
Untuk itu diperlukan kesepakatan internasional perubahan iklim, Dicky menyampaikan bahwa untuk menangani perubahan iklim ini, selalu diperlukan dua jalur tindakan yang dilakukan bersamaan, yakni mitigasi dan adaptasi yang di tunjang oleh model pendanaan yang tepat.
Ditempat yang sama, Andi Samyanugraha selaku Direktur Operasi YMH turut menjelaskan bahwa dunia butuh transisi energi terutama di Indonesia.
“Saat ini, di Indonesia terutama di wilayah Kaltim tengah menggaungkan Transisi Energi Berkeadilan,” sambungnya.
Namun hal tersebut, katanya memerlukan beberapa kebijakan yakni kebijakan makroekonomi, industri dan teknologi.
“Dengan iklan usaha yang baik, perlindungan sosial bagi yang terdampak, melaksanakan K3 dalam pekerjaan, dan mobilisasi pendanaan ini merupakan kunci dari transisi energi berkeadilan,” jelasnya.
Untuk itu, sebutnya media juga sangat berperan penting dalam mendukung transisi energi berkeadilan, sehingga masyarakat lebih paham akan hal tersebut.
Diketahui bahwa di Provinsi Kaltim, YMH menjadi anggota konsorsium program IKI JET bersama GIZ, ILO, ITUC, ICSD, dan Wuppertal Institute untuk melakukan pekerjaan Just Energy Transition (JET) atau Transisi Energi Berkeadilan.
Didalam konsorsium ini, YMH berfokus pada pendampingan masyarakat agar saat pemerintah dan semua pemangku kepentingan melakukan transisi energi masyarakat sudah mempunyai kesiapan yang lebih baik. (ai)