Projek Publikasi Negara dan Masyarakat Sipil

Nama Kampus : Universitas Mulawarman
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Kelas : A
KELOMPOK 1 :
  1. Ahmad Rayhan Albaani (2202026001)
  2. Nazwah Wanda Aisyah (2202026006)
  3. Alyaa Nabilla Zulyana (2202026008)
  4. Rahma Wati (2202026010)
  5. Alshela Pramardwita (2202026011)
  6. Wisnu Agung Juniarto (2202026018)
  7. Nada Alifya (2202026019)
  8. Julia Anggraini (2202026020)
  9. Muhammad Ridho (2202026029)
  10. Muhammad Irvin Setiawan (2202026033)
  11. Cindy Afrilya (2202026040)
  12. Tria Adinda Septina Putri (2202026046)

“Memahami Hegemoni Gramsci: Peran Masyarakat dalam Mencapai Keadilan Sosial”

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis yang terkenal, mengembangkan teori hegemoni sebagai cara untuk memahami dinamika kekuasaan dalam masyarakat. Teori ini menekankan pentingnya pengaruh ideologi dan budaya dalam mempertahankan dominasi sosial, bukan hanya melalui kekuatan fisik atau ekonomi. Hegemoni berasal dari istilah Yunani kuno “eugemonia,” yang menunjukkan dominasi yang dipegang oleh negara-negara kota secara individual.

Di zaman itu, hegemoni menggambarkan kepemimpinan suatu negara terhadap negara-negara lain, baik yang memiliki hubungan longgar maupun yang terintegrasi dengan negara “pemimpin” (Nezar P & Andi A, 2009). Menurut Gramsci, hegemoni adalah keadaan di mana kelas yang berkuasa memimpin kelas-kelas yang lebih rendah dengan menggabungkan kekuatan dan persetujuan. Dalam pemerintahan demokrasi tradisional, praktik hegemoni terlihat melalui kombinasi kekuatan dan persetujuan yang saling mendukung, tanpa paksaan yang berlebihan. Tujuannya adalah agar kekuatan tersebut tampak seolah-olah berdasar pada persetujuan. Gramsci menekankan pentingnya peran kepemimpinan intelektual dan moral dalam membentuk ide-ide yang dominan. Dengan demikian, hubungan antara kekuasaan dan kekerasan menjadi tidak terlihat, karena kekerasan disembunyikan oleh kekuasaan yang bekerja dengan cara yang halus melalui simbol-simbol. Secara keseluruhan, hegemoni adalah cara untuk memengaruhi orang lain agar menerima wacana dominan yang ditentukan oleh mereka yang berkuasa.

Gramsci menjelaskan hegemoni sebagai kemampuan suatu kelas untuk memimpin dan mengatur masyarakat melalui konsensus, bukan hanya melalui paksaan. Ini berarti bahwa kelas penguasa berhasil mendapatkan dukungan dari kelas-kelas lain dengan cara menyebarkan nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap umum atau “normal.” Dalam proses ini, kelas penguasa menciptakan pandangan dunia yang menjadikan kepentingan mereka tampak sebagai kepentingan bersama. Dengan demikian, hegemoni tidak hanya melibatkan kontrol secara langsung, tetapi juga pembentukan cara pandang yang mengakar dalam kesadaran masyarakat.

Dalam praktiknya, Gramsci membedakan beberapa dimensi dalam hegemoni. Pertama, kekuatan ideologis berperan penting dalam menegakkan dominasi. Kelas penguasa menggunakan institusi seperti sekolah, media, dan agama untuk menyebarkan ide-ide yang mendukung posisi mereka. Melalui pendidikan dan propaganda, mereka membentuk cara pandang masyarakat sehingga nilai-nilai dominan diterima tanpa dipertanyakan. Dengan menciptakan narasi yang mendukung kepentingan mereka, kelas penguasa mampu membangun legitimasi yang kuat.

Selain itu, Gramsci menyoroti pentingnya kekuatan sosial dalam perjuangan melawan hegemoni. Organisasi sosial, seperti serikat pekerja dan kelompok masyarakat, memainkan peran penting dalam memperjuangkan kepentingan kelas mereka. Ketika kelas subordinat mampu membangun kekuatan sosial yang terorganisir, mereka dapat menantang hegemoni kelas penguasa. Proses ini sering kali melibatkan pengembangan “kontra-hegemoni”, yang merupakan upaya untuk menantang dan mengganti narasi dominan dengan ideologi yang lebih inklusif dan adil. Penting untuk dicatat bahwa hegemoni bukanlah kondisi yang statis. ia selalu dalam proses negosiasi dan perubahan. Gramsci percaya bahwa saat kondisi sosial dan ekonomi berubah, begitu juga dengan hegemoni. Kelas-kelas subordinat dapat mengembangkan strategi baru dalam menanggapi dan melawan dominasi yang ada. Gerakan sosial, budaya alternatif, dan ideologi baru sering kali muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok tersebut.

Teori hegemoni Gramsci tetap relevan dalam analisis masyarakat kontemporer. Di era globalisasi, dominasi ideologis sering kali terlihat dalam cara perusahaan dan negara mempengaruhi budaya dan kebijakan publik. Dalam era globalisasi, dominasi ideologis menjadi semakin kentara, terutama dalam cara perusahaan multinasional dan negara-negara besar mempengaruhi budaya, kebijakan publik, dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Konsumerisme, misalnya, menjadi salah satu bentuk dominasi ideologis yang sering kali disebarluaskan melalui media massa dan budaya populer. Melalui iklan, film, musik, dan berbagai platform digital, konsumerisme dipromosikan sebagai gaya hidup ideal yang harus diikuti. Hal ini menciptakan cara pandang masyarakat yang mendukung kepentingan ekonomi tertentu, yakni kepentingan kapitalis global yang berfokus pada pertumbuhan dan akumulasi keuntungan. Misalnya, konsumerisme dan budaya populer sering kali disebarluaskan melalui media massa, menciptakan cara pandang yang mendukung kepentingan ekonomi tertentu. Dalam konteks ini, pemahaman tentang hegemoni menjadi alat penting untuk menganalisis bagaimana kekuasaan tidak hanya ditegakkan melalui kekerasan, tetapi juga melalui persetujuan yang didapatkan dari masyarakat.

Lebih jauh lagi, pemahaman tentang hegemoni di era globalisasi juga membantu kita melihat bagaimana perlawanan terhadap dominasi ideologis ini dapat muncul. Dalam kerangka Gramscian, perubahan sosial tidak hanya mungkin terjadi melalui revolusi kekerasan, tetapi juga melalui “perang posisi,” yaitu upaya untuk mengubah kesadaran dan membangun blok sejarah baru yang menantang ideologi dominan. Gerakan sosial, organisasi masyarakat sipil, dan media alternatif dapat memainkan peran penting dalam proses ini dengan mempromosikan nilai-nilai dan pandangan dunia yang berbeda dari hegemoni yang ada.

Kesadaran kritis terhadap hegemoni ini menjadi langkah awal bagi individu dan kelompok untuk berjuang melawan dominasi dan mengembangkan alternatif yang lebih adil dan setara. Dengan demikian, teori hegemoni Antonio Gramsci menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami dinamika kekuasaan dalam masyarakat. Melalui penekanan pada ideologi dan konsensus, Gramsci membuka jalan bagi analisis yang lebih mendalam tentang perjuangan kelas dan perubahan sosial. Dalam konteks yang terus berkembang, pemahaman tentang hegemoni memberikan alat bagi individu dan kelompok untuk mengidentifikasi dan menantang struktur kekuasaan yang ada.

Gramsci mengenalkan konsepannya tentang hegemoni dengan beragam pengertian. Namun dari beragam pengertian tersebut, dapat kita jumpai bahwa unsur-unsur dari hegemoni tersebut meliputi: Pertama, Penguasa dan kekuasaannya (memerintah dan yang diperintah), Gramsci mengakuinya bahwa dalam tatanan masyarakat memang selalu ada yang memerintah dan yang diperintah; selalu ada penguasa dan kekuasaannya. Maka bertolak pada pengakuan Gramsci tersebut, ia melihat jika seorang rajaakan memerintah dengan efektif, maka jalan yang dipilih adalah meminimalisir resistensi rakyat dan bersamaan dengan itu, sang raja harus menciptakan ketaatan yang sepontan dari yang memerintah. Kedua, kesepakatan (konsensus), Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya. Dalam penerapannya, bahwa terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan. Misalnya saja, melalui institusi yang ada di masyarakat dimana yang menentukan secara langsung atau tidak langsungnya struktur-struktur kognitif dari masyarakat. Oleh karena itu, hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang telah ditentukan. Ketika Gramsci berbicara konsensus, ia selalu mengkaitkan dengan spontanitas bersifat psikologis yang mencakup berbagai penerimaan aturan sosiopolitis ataupun aspek-aspek aturan yang lain. Tatanan hegemonis menurut gramsci tidak perlu masuk dalam institusi (lembaga) ataupun praktek liberal, sebab hegemoni pada dasarnya menurut Gramsci lebih mewujudkan suatu hipotesis bahwa terciptanya karena ada dasar persetujuan.

Gramsci juga menekankan peran intelektual organik, yaitu individu dari kalangan rakyat yang dapat menyuarakan kepentingan masyarakat luas. Masyarakat perlu mendorong individu-individu ini untuk menjadi agen perubahan yang aktif dalam diskusi publik dan gerakan sosial. Selain itu, melawan hegemoni budaya melalui kritik terhadap narasi-narasi dominan juga merupakan langkah penting untuk menciptakan alternatif budaya yang lebih inklusif dan adil. Secara keseluruhan, teori hegemoni Gramsci memberikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami bagaimana perubahan sosial dapat dicapai melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam proses politik dan budaya. Dengan membangun kesadaran kritis, organisasi kolektif, dan mendukung intelektual organik, masyarakat dapat berperan sebagai agen perubahan dalam mewujudkan keadilan sosial.

Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar individu, organisasi atau komunitas yang bertalian dengan struktur sosial atau  pola  nilai  dan  norma. Perubahan  sosial  secara  umum  diartikan  sebagai  suatu  proses pergeseran atau berubahnya tatanan/struktur didalam masyarakat, yang meliputi pola pikir, sikap serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan  yang  lebih  baik. Saat ini perkembangan jaman telah membawa dampak perubahan pada berbagai aspek. Dampak perubahan yang terjadi begitu cepat dan mudah diamati yaitu aspek sosial. Perubahan sosial yang terjadi bukan hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Dalam konteks perubahan sosial yang lebih adil, pemikiran Gramsci dapat diterapkan dengan memperkuat peran masyarakat dalam membangun kesadaran kritis. Kesadaran ini penting agar masyarakat dapat memahami kondisi sosial dan politik yang mereka hadapi, serta berani menantang narasi dominan yang sering kali mengabaikan kepentingan kelompok yang terpinggirkan. Selain itu, organisasi kolektif di kalangan masyarakat juga menjadi kunci untuk memperjuangkan keadilan sosial. Dengan membentuk kelompok yang berkelompok dan memiliki tujuan bersama, masyarakat dapat meningkatkan tawaran mereka dalam menghadapi posisi kekuasaan yang ada.

Untuk memperkuat peran masyarakat dalam mewujudkan perubahan sosial yang lebih adil, diperlukan kesadaran baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan menyuarakan kebutuhan mereka sebagai bentuk arah pembangunan, pihak penyelenggara pemerintahan dapat mempertimbangkannya untuk mengambil keputusan atau kebijakan yang menghasilkan output yang lebih adil, setara, inklusif, dan berpusat pada masyarakat.

Pendekatan berbasis pendidikan dan pemberdayaan masyarakat menjadi kunci dalam upaya ini. Menurut Paulo Freire (dalam Adnan, 2019), pendidikan kritis merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ketidakadilan sosial. Pendidikan kritis dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun informal, di mana masyarakat diajak untuk memahami hak-hak mereka serta ketidakadilan yang terjadi di sekitar mereka. Dengan kesadaran ini, masyarakat dapat menyadari akar permasalahan dan mengambil tindakan yang sesuai untuk memperjuangkan keadilan. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan agar diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dapat meningkatkan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.

Pendidikan diharapkan dapat berperan penting dalam proses sosialisasi masyarakat, sehingga berjalan lancar dan sesuai harapan. Orang tua dan keluarga berharap sekolah mampu menjalankan tugas ini dengan baik. Selain menanamkan nilai-nilai dan loyalitas pada tatanan tradisional, pendidikan juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Pendidikan tidak hanya bertugas menyatukan budaya etnik yang beragam, tetapi juga melestarikan nilai-nilai budaya lokal yang masih relevan, seperti bahasa, kesenian, dan budi pekerti, serta memanfaatkan sumber daya lokal untuk kepentingan masyarakat.

Dalam perubahan sosial, pendidikan juga berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, yang menghasilkan generasi baru yang kreatif, mandiri, dan adaptif terhadap perubahan. Pemikiran kritis ini tidak hanya mengembangkan kepribadian, tetapi juga mendorong penghargaan terhadap nilai-nilai manusiawi dan kesetaraan hak dalam berbagai aspek, baik politik, sosial, maupun ekonomi. Seiring dengan modernisasi, tatanan sosial ekonomi dan politik yang dulu dikuasai elit mulai diatur secara lebih rasional dan berdasarkan penalaran.

Kerjasama antara masyarakat dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sangat penting dalam memperkuat perubahan sosial yang lebih adil. OMS sering kali memiliki pengalaman dan sumber daya yang dapat membantu masyarakat dalam merumuskan strategi perubahan. Dengan bekerja sama, masyarakat dapat mendapatkan dukungan teknis, pelatihan, serta akses ke jaringan yang lebih luas. Kolaborasi ini memungkinkan pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara berbagai pihak yang berkomitmen pada keadilan sosial. Kerjasama antara masyarakat dan OMS sangat penting dalam memperkuat perubahan sosial yang lebih adil. OMS sering kali memiliki pengalaman dan sumber daya yang dapat membantu masyarakat dalam merumuskan strategi perubahan yang efektif.

Dengan pengetahuan mendalam tentang isu-isu sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia, OMS dapat memberikan panduan yang diperlukan untuk memobilisasi masyarakat dalam upaya mencapai tujuan bersama. Melalui kerjasama ini, masyarakat tidak hanya mendapatkan dukungan, tetapi juga belajar untuk mengenali dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi secara lebih sistematis. Lebih jauh lagi, kerjasama ini dapat memperkuat legitimasi dan suara masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Ketika masyarakat dan OMS bersatu, mereka dapat mengadvokasi isu-isu yang penting bagi komunitas mereka dengan lebih efektif.

Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga penting dalam menciptakan perubahan sosial. Pemberdayaan berarti menyediakan alat dan sumber daya yang memungkinkan masyarakat terlibat aktif dalam proses sosial dan politik. Pemberdayaan masyarakat berarti memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat untuk aktif dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi program yang berdampak pada kehidupan mereka. Ini dapat diwujudkan melalui program pelatihan, bantuan ekonomi, dan penguatan organisasi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menciptakan perubahan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan. Disamping adanya pemberdayaan masyarakat, cara memperkuat peran masyarakat dalam mewujudkan perubahan sosial yang lebih adil dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi dan media sosial. Di era digital, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi dan mengorganisir gerakan sosial. Masyarakat dapat menggunakan platform ini untuk mengedukasi publik, menyuarakan pendapat, dan memperkuat kampanye sosial.

Sumber

Arisandi, Y. (2017). Peran Pendidikan Dalam Membentuk Masyarakat Yang Beradab: Telaah Kritis Teori Perubahan Sosial. Jurnal Pendidikan Islam7(2), 229-248.

Adnan, A. (2019). Pendidikan Kritis: Menggugat Ketidakadilan Sosial di Indonesia. Jakarta: Pustaka Indonesia.

Goa, L. (2017). Perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. SAPA: Jurnal Kateketik dan Pastoral2(2), 53-67.

Indy, R., Waani, F. J., & Kandowangko, N. (2019). Peran Pendidikan Dalam Proses Perubahan Sosial Di Desa Tumaluntung Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara. HOLISTIK, Journal Of Social and Culture.

Nezar, P., & Andi, A. (2009). Antonio Gramsci negara dan hegemoni. Yogyakarta: Pusataka Pelajar.

Maliki, Z. (2018). Rekontruksi teori sosial modern. Ugm Press.

Ahmadi, D. (2017). Bentuk Hegemoni Dalam Teks Pidato Djalannja Revolusi Kita Karya Sukarno (Perspektif Formasi Ideologi-Persuasi)(Doctoral dissertation, Universitas Negeri Jakarta).

Suharto, Edi. (2010). *Pembangunan Sosial, Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat*. Bandung: Refika Aditama.

Ardianto, E., & Q-Anees, H. (2011). Pengaruh Media Sosial dalam Mobilisasi Gerakan Sosial. Komunikasi Massa: Suatu Pendekatan Strategis, 12(2), 98-110.

Arisandi, Y. (2017). Peran Pendidikan Dalam Membentuk Masyarakat Yang Beradab: Telaah Kritis Teori Perubahan Sosial. Jurnal Pendidikan Islam7(2), 229-248.

Goa, L. (2017). Perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. SAPA: Jurnal Kateketik dan Pastoral2(2), 53-67.

Indy, R., Waani, F. J., & Kandowangko, N. (2019). Peran Pendidikan Dalam Proses Perubahan Sosial Di Desa Tumaluntung Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara. HOLISTIK, Journal Of Social and Culture.

Loading

Bagikan: