SWARAKALTIM.COM – PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) selaku operator Wilayah Kerja (WK) Mahakam, dengan dukungan SKK Migas dan perusahaan induk PT Pertamina Hulu Indonesia, berhasil mempertahankan tingkat produksi (zero decline), yakni 711 MMscfd yang dicapai pada akhir Desember 2019. Hal ini berkat upaya keras dan penerapan berbagai inovasi di lapangan. Padahal tantangannya berat: harus menahan laju penurunan produksi alamiah di lapangan-lapangan yang sudah mature, namun juga harus menekan biaya operasi (cost effectiveness) agar WK Mahakam tetap menguntungkan negara.
Buah upaya kerasnya, PHM mampu menghemat biaya operasi sebesar 30%, sehingga penerimaan negara tetap baik, meski terjadi penurunan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 13%. Hingga akhir November 2019 (YTD 11 2019) PHM menghasilkan penerimaan negara sebesar USD 901,09 juta (Rp 12,7 triliun). Keberhasilan ini berkat dukungan semua pihak yang terkait, termasuk dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Salah satu inovasi PHM dalam melakukan inovasi adalah dengan cara memangkas durasi pengeboran, yaitu :
- PHM telah menerapkan berbagai inovasi untuk mengefisienkan operasi pengeboran sumur, agar dapat berlangsung dengan durasi yang lebih singkat, namun tetap mengutamakan aspek keselamatan dan keamanan. Sebagai hasilnya, PHM memecahkan rekor menyelesaikan sumur dengan tempo 2,17 hari pada 12 Desember 2019 di sumur TN-L69 dengan desain sumur Shallow Light Architecture (SLA), dan juga sukses memecahkan rekor pengeboran di sumur TN-S180 dengan desain sumur komplesi Shallow Gravel Pack dalam 10,3 hari.
- Rekor mengebor sedalam 2.132 meter dalam tempo 24 jam dipecahkan di sumur TN-N 163.
- Percepatan tempo pengeboran ini memangkas biaya sewa rig dan kapal secara signifikan.
- Guna mengurangi penggunaan rig pengeboran pada kegiatan well intervention di sumur-sumur produksi, PHM kini mulai menggunakan Hydraulic Workover Unit (HWU) untuk pemasangan teknologi komplesi (completion) sumur dengan Multi Zone Single Trip – Gravel Pack (MZST-GP).