Giliran Partai Demokrat Kaltim Suarakan Penolakan RUU Citaker, Tekankan Penanganan Covid-19 Dulu

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kaltim juga angkat suara menolak Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Sebelumnya sikap ini disampaikan DPP Partai Demokrat, karena menilai banyak kelemahan dan akan mengancam eksisten masyarakat termasuk pemerintah daerah kedepan.
Hal ini dilontarkan ketua DPD Partai Demokrat Kaltim Syaharie Jaang kepada Swara Kaltim, Senin (5/10/2020).

“Harus dikaji lagi lebih mendalam dan harus mengutamakan kepentingan masyarakat. Sekarang ini seharusnya kita lebih utamakan urusan kesehatan dalam hal ini penanganan covid-19 yang kasusnya luar biasa peningkatan termasuk di Kaltim sendiri dimana sebanyak 9.446 kasus. Jadi jangan terburu-buru untuk pengesahan,” tegas Jaang yang juga Walikota Samarinda ini.

Menurut Jaang RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. “Prioritas utama negara khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19, serta memulihkan ekonomi rakyat,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut putra kelahiran Long Pahangai kabupaten Mahakam Ulu ini, RUU Ciptaker dinilai membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka dinilai perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam.

Dikatakan Jaang, sejumlah pemangkasan aturan perijinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi. Kemudian, peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan, justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan” (growth with equity).

“Paling penting, isi RUU Ciptaker mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik,” tandasnya lagi.

Jaang juga sependapat apa yang disampaikan DPP dimana RUU ini membahayakan kehidupan demokrasi di Indonesia. Wibawa konstitusi dilecehkan dengan adanya aturan yang bertentangan dengan Putusan MK, dan dihidupkannya aturan kolonial di sektor perburuhan dan pertanahan.(dho)

Loading

Bagikan: