Caption: Koordinator FH Pokja-30 Kaltim Buyung sedang memperlihatkan anggaran salah satu kabupaten kota di Kaltim
SAMARINDA, Swarakaltim.com – Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH Pokja-30) mencatat arus Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2020.
Ada 7 kabupaten/kota yang tercatat dalam arus APBD tahun 2020 di 10 kabupaten/kota di Benua Etam ini, mulai dari Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Paser, Penajam Paser Utara, Bontang dan Berau.
Dalam penggunaan APBD di setiap daerah biasanya ada empat jenis belanja, yaitu, mulai dari belanja koordinasi dan perjalanan dinas, biaya rapat, biaya komunikasi serta belanja yang bersifat akomodatif.
Kemudian belanja birokrasi dan biaya pemeliharaan perkantoran, keperluan ATK, biaya pengadaan seragam dan peralatan kantor, penyusunan dokumen serta evaluasi dan biaya untuk mendukung kebutuhan aparatur.
Selanjutnya belanja peningkatan kapasitas aparatur ASN, belanja sosialisasi dan untuk peningkatan kapasitas masyarakat. Serta belanja sektoral yang berdampak penguatan manfaat dan peningkatan pada isu-isu sektoral, misalnya sektor kehutanan dan masyarakat adat.
Kordinator FH Pokja-30 Buyung Marajo mengatakan, Provinsi Kaltim yang paling banyak porsinya adalah belanja birokrasi, yang bisa dilihat dari diagram diatas pada tiga tahun terakhir semakin meningkat.
Hal itu diketahui pada arus belanja peningkatan kapasitas dan koordinasi yang tentunya paling sedikit adalah belanja sektoral. Sementara pada total belanja pada tahun 2018 belanja birokrasi 82%. Kemudian 79% di tahun 2019 dan 76% di tahun 2020.
“Untuk Kabupaten Kukar, pada tahun 2018, belanja peningkatan kapapasitas sebesar 58,63%. Sedangkan di tahun 2019 belanja peningkatan kapasitas sebesar 63,08%. Kemudian di tahun 2020 belanja birokrasi sebesar 54,71% dari total belanja setiap tahunnya,” jelas Buyung, kepada awak media belum lama ini.
Lanjut dia, untuk Kota Samarinda pada tahun 2018 lebih besar porsinya di belanja birokrasi disetiap tahunnya mencapai 98,53%. Untuk tahun 2019 sebesar 91,40% dan 2020 sebesar 96,40%.
“Sayangnya, hasil yang didapat masyarakat Kaltim tak sebanding dengan arus penggunaan keuangan Provinsi Kaltim yang menjadi lumbung pasokan energi nasional,” tandasnya.
Ia menyebut, dari hasil pengolahan potensi kekayaan dan tanggung jawab yang menjadi sorotannya di Pemprov Kaltim, yaitu Pemkot Samarinda dan Pemkab Kukar.
“Dari tahun 2018 hingga 2020 pendapatan Pemprov Kaltim mencapai Rp8 hingga 11 triliun lebih. Biaya itu termasuk anggaran akomodatif dan birokasi, atk dan belanja kantor dan lain-lain. Tahun ini biaya tertinggi ada di belanja birokrasi yang mencapai Rp 3,8 triliun lebih,” jelasnya.
Secara rinci Buyung memaparkan penggunaan belanja lainnya yakni, belanja peningkatan kapasitas sebesar Rp731 miliar lebih lalu belanja sektoral Rp275 miliar kemudian belanja kordinasi sebesar Rp239 miliar lebih.
Kemudian belanja birokrasi di Pemkab Kukar meningkat jadi 100% dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp1.7 triliun lebih.
“Sedangkan belanja kapasitas mencapai Rp1,2 triliun lebih, serta belanja koordinasi sebasar Rp227 miliar dan belanja sektoral Pemkab Kukar meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni, Rp4,2 miliar lebih,” rinci Buyung.
Sambung Buyung, untuk belanja birokrasi mencapai Rp1,9 triliun lebih, lalu belanja koordinasi sebesar Rp34,5 miliar lebih dan biaya kapasitas Rp29,3 miliar serta bidang sektoral sebesar Rp2,9 miliar lebih.
“Arus anggaran Pemkot samarinda memang paling besar porsinya dalam penggunaan angaran adalah belanja birokrasi di tahun 2018 mencapai 98,53% persen, di tahun 2019 sebanyak 91,40%, sedangkan tahun 2020 sebesar 96,40% dari total belanja disetiap tahunnya,” bebernya.
Menurut buyung data tersebut di ambil dari rencana penggunaan APBD Murni yang terdapat di 10 kabupten/kota di Kaltim. Kemudian di pilah berdasarkan penggunaan belanjanya.
“APBD itu ada 4 yakni APBD murni, APBD penjabaran, APBD perubahan dan APBD realisasi. Bisa dilihat yang gampang di ketahui yakni APBD murni dan perubahan. Sedangkan penjabaran dan realisasi sulit untuk di ketahui oleh masyarakat terkecuali ada orang dalam,” tegasnya.
Bahkan ia menyebut dalam PBD itu ada urusan wajib dan pilihan, ada belanja langsung dan tidak langsung, dari hasil perhitungan tersebut di ambil dari data seluruh OPD yang ada, kemudian dibagi menjadi 4 penggunaannya.
“Masyarakat sebenarnya bisa mengecek langsung dari semua penggunaan anggaran berdasarkan UU RI Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.Terutama dalam penggunaan anggaran dan PP Nomor 61 tahun 2020 tentang pelaksanaannya,” pungkasnya.
Penulis : (AI)
Editor : Alfian