Komisi Informasi Kaltim, Terima Laporan 78 Kasus di Tahun 2020

Chaidir : Terbanyak Sengketa Kasus Dana BOS dan BOSNAS

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menerima 78 aduan sengketa informasi. Hal ini disampaikan Ketua KI Kaltim Ramon D. Saragih di acara refleksi akhir tahun KI kaltim 2020 di Cafe Dahlia Kelurahan Bugis Kecamatan Samarinda Kota, Kamis (31/12/2020) lalu.

Didampingi Komisioner Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) M. Chaidir dan Komisioner Edukasi Sosialisasi dan Advokasi Indra Zakaria, membeberkan beragam kasus sengketa telah di selesaikan. Namun ada juga yang belum tuntas dikarena berbagai hambatan, seperti transisi, masa pandemi, jarak tempuh serta biaya operasionalnya.

“Ada transisi kepengurusan. Sebab kami baru saja di lantik pada tanggal 7 November 2020, oleh Wakil Gubernur Kaltim H Jadi Mulyadi. Adapun masa jabatan periode 2020-2024,” ungkap ungkap Chaidir kepada wartawan.

Kata dia, laporan sengketa informasi terbanyak melibatkan sekolah (SMA/SMK) dengan jumlah 41 kasus. Kemudian terkait dengan anggaran desa berada di urutan kedua dengan 14 kasus. Sisanya terbagi rata di instansi dan badan publik lainnya.

“Kasus SMA dan SMK rata-rata terkait dengan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), baik untuk BOSDA dan BOSNAS. Setelah itu, ada pula laporan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) serta laporan keuangan pelaksanaan anggaran masing-masing sekolah yang dianggap tidak transparan,” paparnya.

Sedangkan kasus lainnya yakni penggunaan anggaran desa baik itu melalui kucuran dana APBN maupun APBD bahkan dana CSR dari perusahaan di lingkungan desa, serta arus kas dana desa yang tidak transparan dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adapun jumlah informasi perdesa kurang lebih 90 item, begitu pula dengan instansi dan badan publik lainnya.

“Selain itu, terdapat sengketa informasi di dinas pertanahan. Sengketa informasi ini berupa informasi tentang jumlah sengketa lahan. Terakhir, ada beberapa informasi sengketa dari Bankaltimtara dengan permintaan informasi adalah skala upah seluruh karyawan,” imbuhnya.

Berdasarkan hasil sidang, hampir semua sengketa informasi yang diajukan pihak pelapor merupakan informasi yang berhak diketahui publik, sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik.

“Saat pertemuan, kami menyimpulkan bahwa masih ada ketidak tahuan sebuah lembaga menanggapi masyarakat yang meminta informasi. Ada juga atas dasar ketidaksukaan dengan pelapor. Padahal hal tersebut seharusnya dikesampingkan dulu,” terangnya.

Chaidir menyebut, bahwa KI Kaltim saat ini menerima aduan mencapai 78 kasus, dan ini bukan berarti keberhasilan ataupun kegagalan dalam menangani kasus ini.

“Sekitar 80 persen badan publik kurang mengetahui mekanisme prosedur dalam membuat laporannya, dan ada beberapa syarat jika ingin melaporkan sengketa informasi,” tuturnya.

Ia mengatakan, pertama harus merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Sedangkan untuk berbadan hukum, maka harus memiliki ADRT yang mendapat persetujuan dan pengesahan dari Kemenkumham. Dan Jika sesorang mewakili warga, maka harus mempunyai surat kuasa dari warga yang diwakili.

“Pihak pelapor mesti menunggu selama 10 hari, apabila tidak ditanggapi, maka pemohon informasi bisa melayangkan surat kedua pada hari ke 11 yang disebut sebagai surat keberatan. Kemudian selama 30 hari kerja, pemohon informasi harus kembali menunggu,” jelasnya.

Dalam peraturannya itu, pihaknya memproses kasus sengketa selama 100 hari kerja. Namun, ada beberapa kendala yang dialami KI kaltim.

“Halangan paling berdampak ialah adanya musibah pandemi Covid-19, yang berimbas pada jalannya pengadilan karena mengharuskan proses tatap muka. Sebab, selain mencegah adanya cluster baru serta jarak tempuh serta biaya transportasi juga menjadi hambatannya” pungkasnya.

Penulis : AI

Editor : Alfian

Loading