Jadi Sorotan Publik, Batu Kapur Disebut Situs Bersejarah Intu Lingau

SENDAWAR, Swarakaltim.com – Akhir-akhir ini beredar isu subyektif membuat masyarakat adat Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), menjadi sorotan publik. Hal itu setelah dilontarkan sejumlah oknum yang mengatakan ada pengrusakan kawasan hutan lindung dan situs bersejarah diwiyah tersebut.

Isu subyektif ini menimbulkan opini publik membuat geram masyarakat adat Kampung Intu Lingau. Sehingga para ahli waris kawasan Batu Apoy dan tokoh masyarakat adat setempat angkat bicara untuk membantah terkait isu yang beredar oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Hal itu diterangkan Sinar salah satu ahli waris kawasan batu apoy yang berstatus hutan adat di kampung tersebut. Sinar memaparkan, masyarakat hukum adat merupakan subjek dari hak ulayat yang mendiami suatu wilayah tertentu, dan hutan adalah salah satu sumber kehidupannya yang merupakan objek dari hak ulayat.

“Hutan adat adalah hutan desa yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, hak ulayat merupakan hak yang melekat sebagai kompetisi yang khas pada masyarakat, berupa wewenang, kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar. Bahkan sudah dari jaman nenek moyang kami, hutan adat ini kami kelola untuk berkebun/berladang, bercocok tanam dan lainnya. Jadi tidak ada statusnya masuk hutan lindung,” terang Sinar kepada awak media, Jumat (5/7/2024).

Untuk itu Sinar sangat menyayangkan ulah oknum yang menuding para ahli waris kawasan batu apoy melakukan aktivitas yang dikatakan merusak situs bersejarah. Karena menurut situs yang menjadi sorotan publik itu, hanya sebuah batu gamping atau batu kapur, yang disebut oleh masyarakat setempat yaitu “Batu Apoy).

Hal yang sama diterangkan Midi Lembaga Adat Kecamatan Nyuatan, sedari dulu dikawasan hutan adat Intu Lingau memang banyak ditemukan bongkahan batu kapur yang besar besar. “Bisa kita lihat dari erupsi atau proses alam sehingga bebatuan kapur ini terbentuk sedemikian rupa, itulah kenapa kawasan ini disebut Batu Apoy. Kemudian batu kapur seperti itu diklaim sebagai situs bersejarah, maka ada ratusan batu serupa bisa kita temui yang tersebar hampir di seluruh area kawasan ini,” tegas Midi.

Kendati demikian Midi yang juga ahli waris kawasan Batu Apoy juga membantah bahwa kawasan itu disebut situs bersejarah suku Dayak Tinok Meramai. Apalagi kawasan hutan milik nenek moyangnya itu yang dikelola untuk berladang, berkebun dan bercocok tanam, disebut kawasan hutan lindung. “Jika ingin pembuktian, kami punya surat-suratnya dan kami memang ahli waris kawasan batu apoy,” tukas Midi diamini Rogos tokoh masyarakat setempat.

Sebagai tokoh masyarakat adat yang telah dituakan oleh warga setempat, Midi mengaku pihaknya sangat mengerti situs bersejarah. Kata dia jika benar itu situs bersejarah dan masuk dalam kawasan hutan lindung, tidak mungkin warga sekarang maupun terdahulu tidak akan merembah kawasan hutan tersebut.

“Kami juga tahu, kami tidak mungkin berani menebang kayu, berladang dan bertani di situ, apabila itu situs bersejarah. Di mana di dalam hutan itu terdapat pohon buah warisan leluhur yang merupakan warisan dari orang tua kami terdahulu. Jadi bohong kalau itu adalah situs sejarah dan kawasan hutan lindung,” pungkasnya.

Penulis : (*Fjr/iyn)
Editor : Alfian
Publisher : Rina

Loading

Bagikan: