Pupus harapan menuju generasi emas 

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Kebijakan efisiensi oleh pemerintah menjadi topik hangat yang menjadi perbincangan di Indonesia yang memiliki dampak secara signifikan, terutama di Kementerian Pendidikan Tinggi,  Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek).

Konstitusi mengamanatkan  20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor Pendidikan, hal ini tertuang pada Pasal 31 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Amanah UUD NRI nampaknya masih belum dapat sejalan dengan fakta yang ada dilapangan, hal ini terlihat dari rapat kerja yang dilaksanakan antara Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Kemendiktisaintek pada tanggal 12 Februari 2025.

Dampak Efisiensi

Rapar kerja antara komisi X DPR RI dan Kemdiktisaintek tersebut menguraikan beberapa program dilingkungan kemdiktisaintek yang terdampak kebijakan efisiensi, pertama program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2014 hingga sekarang, yang mana awalnya memiliki pagu awal sebesar Rp. 14.698 Triliun dipangkas menjadi 1.310 Triliun, dampak efisiensi pun dipaparkan, yang paling mencolok adalah pada poin mahasiswa on going yang tidak dapat di bayarkan pada tahun 2025, sebanyak 663.821 masyarakat penerima KIP terancam putus kuliah dan tidak adanya penerimaan mahasiswa baru sebagai penerima KIP.

Lalu Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) yang diluncurkan pada tahun 2013  dengan awal pagu Rp. 213.730 Milyar menjadi Rp. 21.373 Milyar dampak yang akan terjadi karena efisiensi yaitu dengan target 22.552 Mahasiswa yang berasal dari wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) serta Orang Asli Papua (OAP), akan terjadi penurunan akses Pendidikan tinggi dan berpotensi menimbulkan gejolak di wilayah Indonesia Timur.

Sementara Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) yang diluncurkan pemerintah pada tahun 2022 dengan pagu awal Rp. 194.709 Milyar menjadi 19.470 Miliar dengan dampak sebanyak 12 orang penerima BPI LN Program S3 Perguruan Tinggi Akademik terancam tidak dapat dibayarkan dan berpotensi terlantar diluar negeri.

Kementerian Dalam Negeri memaparkan per 31 Desember 2023 presentase Pendidikan terakhir Masyarakat Indonesia saat ini pada perguruan tinggi di jenjang S1 sejumlah 12,4 Juta jiwa (4,5 persen), jenjang S2 sejumlah 882 ribu jiwa (0,3 persen), dan jenjang S3 sejumlah 63,3 ribu jiwa (0,02 persen), masih rendahnya masyarakat Indonesia mengambil Pendidikan tinggi harusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk menanggulanginya, namun ironisnya dengan dilakukannya efisiensi pada sektor pendidikan tinggi akan berakibat terancamnya mahasiswa yang on going putus kuliah, dan disisi lain akan menjadi kekhawatiran bagi calon mahasiswa baru yang akan melanjutkan Pendidikan tinggi terutama bagi Masyarakat berlatar belakang menengah kebawah.

Generasi emas atau generasi cemas

Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan dasar dan menegah termasuk Pendidikan tinggi. Ironi, target Indonesia mewujudkan generasi emas 2045 hanya akan menjadi tong kosong nyaring bunyinya bilamana tidak disertai dengan Langkah konkrit. Faktanya, pemerintah saat ini memposisikan sektor Pendidikan sebagai program prioritas pendukung, padahal seharusnya Pendidikan diposisikan pada prioritas utama.  Sisi lain, kebijakan efisiensi justru menyasar pada sektor Pendidikan, dalam hal ini adalah Pendidikan tinggi. Hal ini akan menjadi omong kosong kenapa demikian karena kebijakan efisiensi menyentuh sektor pendidikan juga merupakan jembatan emas menuju Masyarakat bermoral, dalam hal ini pemerintah perlu mengkaji ulang Langkah-langkah  efisiensi pada Kementerian dan Lembaga tidak seharusnya menyentuh sektor Pendidikan terutama program-program beasiswa yang sudah lama berjalan sejak pemerintahan sebelumnya.

Poin nomor 4 (empat) Asta cita yang canangkan oleh pemerintah jangan sampai sebatas hitam diatas putih yang tidak terlihat jelas implementasinya. Pencanangan yang tertulis untuk memperkuat Pembangunan SDM, Sains, Teknologi, Pendidikan, Kesehatan, Prestasi Olahraga, Kesetaraan Gender, serta penguatan peran Perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas kelihatannya belum selaras dengan Langkah-langkah konktrit yang dilakukan pemerintah salah satunya dengan dilakukannya efisiensi disektor Pendidikan. Padahal Pendidikan khususnya beasiswa Pendidikan merupakan. Padahal pada Instruksi presiden nomor 1 tahun 2025 menyatakan bantuan sosial tidak termasuk dalam rencana efisiensi sedangkan beasiswa merupakan bantuan sosial. Keputusan efisiensi ini jangan sampai membuat kekhawatiran yang melebar luas, terutama adanya ancaman putus kuliah terhadap mahasiswa yang on going yang akan menganggu proses ajar mengajar. Idealnya pemerintah perlu meninjau Kembali kebijakan efisiensi pada sektor-sektor dasar terutama Pendidikan. Akses Pendidikan berkualitas menjadi penting sebagai Upaya mewujudkan generasi emas 2045.

(Fera Wulandari Fajrin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)

Loading

Bagikan: