SAMARINDA, Swarakaltim.com – Kuota penerimaan siswa untuk Program Sekolah Rakyat di Kota Samarinda mengalami penambahan dari 100 menjadi 200 siswa. Penambahan ini, meski merupakan kebijakan pemerintah pusat, menimbulkan tantangan baru bagi pemerintah kota, terutama dalam hal validasi peserta agar benar-benar berasal dari keluarga miskin ekstrem, sesuai syarat utama program pendidikan berasrama tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Asli Nuryadin, menjelaskan bahwa penambahan ini terjadi secara mendadak. Akibatnya, Dinas Pendidikan bersama Dinas Sosial harus kembali membuka pendaftaran secara konvensional dengan mewajibkan warga membawa surat keterangan tidak mampu sebagai bukti kelayakan.
“Sebenarnya kita sudah klir yang 100 itu, tapi karena minggu kemarin mendadak diminta tambah lagi 100 orang. Sekolah Rakyat ini enak-enak sulit-sulit, karena itu boarding. Ada perilaku orang miskin ekstrem yang tidak mau diseragamkan, itu kan butuh pernyataan orang tua juga,” ujar Asli saat ditemui di Kantor DPRD Samarinda pada Selasa (1/7/2025).
Untuk menghindari potensi penyimpangan data peserta, proses rekrutmen tetap dilakukan melalui kolaborasi lintas sektor, melibatkan camat, lurah, serta Dinas Sosial. Data calon peserta juga akan disinkronkan dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang menjadi rujukan resmi dalam penyaluran bantuan sosial.
“Kita berpacu dengan waktu. Rekrutnya kembali dari camat, lurah, dan Dinsos sendiri. Sekarang sedang mengkover untuk merekap 100 orang kembali,” jelasnya.
Bertambahnya jumlah siswa juga memengaruhi lokasi penempatan asrama. Asli menyebutkan bahwa 100 siswa pertama akan menempati Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), sedangkan 100 siswa tambahan akan ditempatkan di Balai Latihan Kerja Samarinda (BLKI).
“Saya kira mereka juga punya kepentingan, sehingga kita mungkin tahu diri lah pakai 100 dan di BLKI itu ada kosong 100. Ini perintah dari pusat, bukan dari Pemkot ya,” tegasnya.
Meski proses penjaringan tahap kedua masih berlangsung, Asli menyebut progresnya sudah mencapai 80 hingga 90 persen. Beberapa siswa yang mundur dari program disinyalir karena tidak siap tinggal di asrama, namun jumlahnya tidak signifikan.
“Ada yang mundur, mungkin karena alasan asrama, atau tidak ingin terpisah dari keluarga. Tapi sedikit saja. Padahal ini sekolah mewah, makannya dijamin, laptop dikasih, pakaian seragam semua disediakan negara,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat, pembangunan fisik Sekolah Rakyat juga akan segera dimulai. Asli memastikan bahwa meski siswa akan tinggal di asrama, orang tua tetap dapat menjenguk anak-anak mereka, dan pemerintah akan menyiapkan fasilitas transportasi bagi keluarga siswa.(DHV)