SAMARINDA, Swarakaltim.com –
Pemerintah terus memperkuat efektivitas regulasi di daerah melalui koordinasi dan evaluasi menyeluruh. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Produk Hukum Daerah yang berlangsung di Pendopo Odah Etam, Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin (20/1), sejumlah strategi pembinaan dan penyelarasan peraturan daerah menjadi topik utama pembahasan.
Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah, Imelda, menegaskan bahwa Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) harus mencerminkan prinsip regulasi yang efektif dan tidak berlebihan. Sejak 2015 hingga 2022, tercatat sebanyak 2.166 Perda provinsi dan 15.025 Peraturan Gubernur telah diterbitkan. Namun, banyaknya aturan justru memunculkan tantangan baru, yaitu “obesitas regulasi”, di mana tumpang tindih kebijakan dapat menghambat efektivitas pemerintahan.
“Regulasi yang berlebihan justru sering kali menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, perlu ada langkah strategis untuk menyederhanakan aturan tanpa mengurangi efektivitasnya,” jelas Imelda.
Sebagai solusi, Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan mekanisme monitoring dan evaluasi, termasuk klarifikasi dan revisi Perda serta Perkada. Jika ditemukan aturan yang bertentangan dengan kebijakan nasional atau kepentingan umum, pemerintah daerah wajib melakukan revisi dalam jangka waktu tertentu.
“Jika tidak dipatuhi, akan ada sanksi administratif bagi pemerintah daerah yang bersangkutan,” tegasnya.
Untuk mendukung transparansi dan efektivitas regulasi, pemerintah telah meluncurkan e-Perda, sebuah aplikasi digital yang berfungsi sebagai alat pengawasan dan pembinaan produk hukum daerah. Sistem ini memungkinkan pelaporan, klarifikasi, serta pemantauan dan evaluasi terhadap Perda dan Perkada secara lebih cepat dan akurat.
“Kami berharap seluruh daerah berkomitmen menggunakan e-Perda agar kepatuhan terhadap regulasi nasional semakin baik dan kebijakan daerah selaras dengan program strategis nasional,” ujar Imelda.
Pj Gubernur Kalimantan Timur sekaligus Dirjen Otonomi Daerah, Akmal Malik, menegaskan bahwa digitalisasi menjadi solusi utama dalam harmonisasi kebijakan antara pusat dan daerah. Menurutnya, e-Perda merupakan langkah konkret untuk memangkas birokrasi dan memastikan regulasi tidak menjadi beban bagi masyarakat.
“Regulasi yang baik harus memberikan kemudahan, bukan mempersulit. Digitalisasi adalah salah satu cara untuk memastikan itu,” kata Akmal.
Namun, ia mengakui bahwa implementasi digitalisasi masih menghadapi tantangan, terutama karena adanya resistensi dari sistem pemerintahan yang terbiasa dengan cara kerja manual.
“Banyak yang masih ingin kembali ke sistem lama, padahal dengan digitalisasi, proses bisa jauh lebih cepat dan efisien,” ujarnya.
Selain dalam penyusunan regulasi, digitalisasi juga diterapkan dalam bidang lain, seperti sistem mutasi pegawai.
“Dulu, proses mutasi bisa sangat lama. Sekarang dengan sistem digital, semuanya lebih sederhana dan cepat. Ini harus kita dorong agar implementasi regulasi di daerah semakin optimal,” tambahnya.
Akmal juga menyebut bahwa digitalisasi dalam pemerintahan daerah menghadapi kendala dari sisi legislatif. Salah satu tantangan terbesar adalah penyesuaian dengan kebiasaan perjalanan dinas yang selama ini menjadi bagian dari sistem kerja.
“Saya paham ini tidak akan populer. Jika semuanya serba digital, mungkin perjalanan ke Jakarta akan berkurang, dan ini menjadi tantangan tersendiri,” ujarnya dengan nada bercanda.
Rakornas ini diakhiri dengan penandatanganan komitmen oleh perwakilan daerah untuk memperkuat harmonisasi regulasi dan digitalisasi dalam pembentukan produk hukum daerah. Semua provinsi, kecuali Bengkulu dan DKI Jakarta, turut serta dalam kesepakatan ini.
Dengan pembinaan berkelanjutan, diharapkan seluruh daerah dapat mengoptimalkan penerapan regulasi secara lebih efektif, efisien, dan selaras dengan kebijakan nasional, guna mendukung pembangunan yang lebih maju dan berdaya saing.(dho)