SAMARINDA, Swarakaltim.com – Jumlah kasus kebakaran di Kota Samarinda pada tahun ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Disdamkar) Samarinda, Hendra AH, menyebut faktor cuaca dan meningkatnya kesadaran masyarakat berperan dalam tren positif ini.
“Dibandingkan tahun lalu, kebakaran tahun ini lebih landai. Curah hujan masih cukup tinggi meskipun cuaca tetap panas. Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap bahaya kebakaran juga meningkat berkat berbagai program pelatihan yang digalakkan oleh Wali Kota,” ujar Hendra beberapa waktu lalu.
Salah satu upaya pencegahan yang berjalan efektif adalah pelatihan penanggulangan kebakaran bagi warga. Selain itu, banyak rumah di Samarinda kini telah memiliki alat pemadam api ringan (APAR).
“Sekarang warga sudah banyak yang membeli APAR untuk penanganan dini jika terjadi kebakaran,” tambahnya.
Meski demikian, Disdamkar Samarinda tetap mencatat adanya 70 titik rawan kebakaran di kota ini. Lokasi-lokasi tersebut umumnya berada di permukiman padat dengan jalan sempit serta rumah berbahan kayu.
“Wilayah yang paling banyak mengalami kebakaran ada di Kelurahan Sidomulyo dan Karang Asam Ilir,” ungkapnya.
Terkait infrastruktur penunjang, program pemasangan hidran di titik-titik strategis terus dilakukan. Namun, karena keterbatasan anggaran, pemasangan hidran masih difokuskan di daerah yang paling rawan kebakaran.
“Hidran ini bukan milik PDAM, tapi milik Pemkot. Setiap tahun kami upayakan pengadaan hidran baru, meski jumlahnya terbatas,” jelas Hendra.
Selain di permukiman, risiko kebakaran juga mengancam objek vital seperti stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) dan fasilitas Pertamina di Samarinda. Menyikapi hal ini, Disdamkar rutin melakukan inspeksi di tempat-tempat tersebut untuk memastikan kesiapan sistem pemadamannya.
“Kami bekerja sama dengan Pertamina untuk mengecek kelengkapan alat pemadam kebakaran mereka. Selain itu, Pertamina sudah memiliki sistem pengamanan seperti water wall yang bisa menghalangi api masuk jika ada kebakaran di sekitar fasilitas mereka,” paparnya.
Program edukasi dan sosialisasi juga terus digalakkan oleh Disdamkar, termasuk untuk pelajar di sekolah-sekolah. Hendra menekankan bahwa anak-anak perlu diberikan pemahaman sejak dini tentang bahaya kebakaran dan cara menghindarinya.
“Kadang anak-anak menyepelekan api, jadi kami berikan pelatihan khusus untuk mereka,” katanya.
Lebih dari 50 persen kasus kebakaran di Samarinda disebabkan oleh korsleting listrik. Penyebab utamanya adalah instalasi listrik yang tidak diperiksa secara berkala serta penggunaan peralatan elektronik melebihi kapasitas daya rumah.
“Banyak warga yang tidak sadar bahwa beban listrik di rumahnya sudah berlebihan karena penambahan AC, dispenser, dan alat elektronik lainnya,” jelasnya.
Hendra berharap masyarakat semakin peduli terhadap risiko kebakaran dengan rutin memeriksa instalasi listrik dan menyediakan alat pemadam di rumah masing-masing.
“Pencegahan adalah kunci. Jangan hanya bertindak saat kebakaran sudah terjadi, tapi pikirkan bagaimana cara mencegahnya sejak awal,” pungkasnya.(Dhv)