JAM Bidsus Naikkan Status Penanganan Dugaan Tipikor Dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Ke Tahap Penyidikan.

Foto : Kepala Kejagung RI Burhanuddin

JAKARTA, Swarakaltim.com – Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Tindak Pidana Khusus (Bidsus) resmi menaikkan status penanganan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng Tahun 2021-2022.

Hal ini disampaikan langsung Kepala Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Burhanuddin melalui Press Release “SIARAN PERS
Nomor: PR –540/014/K.3/Kph.3/04/2022″ oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapenkum) Kejagung RI Dr. Ketut Sumedana , yang menjelaskan bahwa ini menjadi tahap penyidikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan JAM Bidsus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022.

“Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan JAM Bidsus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022,” lanjutnya.

“Selama penyelidikan telah didapatkan keterangan dari 14 (empat belas) orang saksi dan dokumen atau surat terkait Pemberian Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022,” katanya.

Maka, dari hasil kegiatan penyelidikan, Sambung Kapenkum Kejagung RI Dr. Ketut Sumedana menerangkan bahwa telah ditemukan perbuatan melawan hukum.

“Dikeluarkannya Persetujuan Ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya, karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO, antara lain
PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan PE dari Kementerian Perdagangan RI,” imbuhnya.

“Sedangkan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) juga tetap mendapatkan PE dari Kementerian Perdagangan RI,” tuturnya.

“Tentunya, dalam kesalahannya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO), sehingga harga penjualan didalam negeri (DPO), telah melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah, dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya (di atas Rp 10.300,-),” paparnya.

“Dan disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan PE, dengan diterbitkannya PE yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2022 ini, telah mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng,” pungkasnya. (AI)

Loading

Bagikan: