Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan III Puslatbang KDOD
Swarakaltim.com – Netralitas ASN dalam Pilkada masih menjadi dilemma. Hal ini diantaranya karena kewenangan Kepala Daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian memiliki kewenangan dalam menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian, serta pembinaan manajemen ASN dapat memaksa ASN bersikap tidak netral. Masih banyak calon Legislatif atau kepala daerah masih punya ikatan keluarga atau persaudaraan dengan ASN tersebut dengan motif untuk mendapatkan karir yang lebih baik
Menjelang tahun politik 2024 yakni Pemilihan Umum Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. ASN sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan di tingkat daerah, memiliki peran krusial dalam menjaga netralitas dan profesionalitas selama proses Pilkada berlangsung. Netralitas ASN menuntut agar seluruh pegawai negeri tidak terlibat dalam aktivitas politik, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi hasil Pilkada.
Pentingnya netralitas ASN ini bahkan telah diatur secara eksplisit di beberapa peraturan yaitu: Undang- Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN; Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Pasal 5 huruf n tentang Larangan terhadap PNS untuk memberikan dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi Piulkada/Pileg/Pilpres; Peraturan Pemeritah No. 42 Tahun 2004 Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS Pasal 11 huruf c menerangkan bahwa etika terhadap diri sendiri salah satunya menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan.
Selain itu ANS juga dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik. Untuk menjamin netralitas ASN, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022, tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan serta pengaturan khusus mengenai netralitas bagi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).
Menjelang tahun politik 2024 Pileg, Pilpres, dan Pilkada serentak, netralitas ASN kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. ASN sebagai bagian dari birokrasi pemerintahan di tingkat daerah, memiliki peran krusial dalam menjaga netralitas dan profesionalitas selama proses Pilkada berlangsung. Netralitas ASN menuntut agar seluruh ASN tidak terlibat dalam aktivitas politik, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi hasil Pilkada. Disamping itu ASN juga dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.
Meskipun demikian, hal tersebut masih bertolak belakang dengan hasil survei netralitas KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) pada Pilkada tahun 2020. Dari hasil survei didapatkan masih ada 28% ASN yang terlibat politik praktis, dan pada hasil survei menemukan sebanyak 51,16% responden menginginkan hak politik ASN dicabut.
Hingga saat ini mencabut hak politik ASN masih menjadi kajian yang panjang dan mendalam karena ASN juga merupakan warga negara yang memiliki hak pilih sesuai pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan”.
Untuk menjaga netralitas ASN beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu Sosialisasi tentang Netralitas ASN di Kementerian/Lembaga dan Pemda Prov/Kab/Kota; MoU Menjaga Prinsip Netralitas ASN bersama Organisasi Kepegawaian terkait melakukan pemetaan potensi pelanggaran netralitas dan desain pencegahannya; Melakukan Ikrar bersama dan penandatangan pakta integritas netralitas ASN; Menerapkan sistem informasi ASN yang terintegrasi terkait pelanggaran Netralitas ASN dan sanksi; Melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Netralitas ASN.
Kegiatan kolaborasi antar perangkat daerah dan stakeholder seperti pembentukan Gugus Tugas Pengawasan Netralitas ASN yang melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), BKPSDM, Sekretariat Daerah, Kesbangpol dan Satpol PP sehinga dengan adanya sanksi yang tegas dapat menekan penyimpangan yang mungkin dilakukan.
Dalam konteks ini, beberapa poin penting tentang netralitas ASN dalam Pilkada diantaranya Tidak Berpihak (ASN harus tetap netral dan tidak memihak pada salah satu calon atau partai politik yang bertanding dalam Pilkada).
ASN tidak boleh terlibat dalam kampanye, dukungan, atau propaganda politik yang dapat mempengaruhi pemilih; Tidak Menggunakan Fasilitas Negara (Selama Pilkada, ASN harus menghindari penggunaan fasilitas negara atau sumber daya publik untuk kepentingan politik atau kampanye calon tertentu); Tidak Terlibat dalam Kampanye Politik (ASN dilarang menjadi relawan kampanye atau berpartisipasi dalam kegiatan politik pihak manapun selama masa Pilkada); Tidak Menyebarkan Informasi Tidak Benar (ASN harus menghindari menyebarkan informasi palsu atau fitnah yang dapat merusak citra calon atau partai tertentu); Menjalankan Tugas dengan Profesionalitas (Selama Pilkada, ASN tetap harus menjalankan tugas dan kewajiban birokrasi dengan profesionalitas dan tidak memihak pada siapapun); Tidak Mengintimidasi atau Memaksa Bawahan (ASN yang memiliki jabatan atau otoritas tidak boleh menggunakan posisi mereka untuk mengintimidasi atau memaksa bawahan untuk mendukung calon tertentu).
Pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada dapat berakibat serius, termasuk sanksi administratif dan disiplin. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung adil, bebas dari intervensi, dan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.(*)