Caption: Almarhum Djagung Hanafiah semasa hidup
SWARAKALTIM.COM – SUARA Azan berkumandang di berbagai masjid Ibu Kota Provinsi Kaltim Tepian Mahakam Samarinda. Bersiap menyambut berbuka puasa di Bulan Suci Ramadhan 1441 Hijriah. Dia pun segera menyantap menu berbuka puasa tahun ini.
“Alhamdulillah. Bisa buka puasa ramadhan tahun ini. Meski hanya di rumah saja,” ucap Hairil Usman yang tidak lain adalah anak pertama tokoh masyarakat asal Kaltara Alm Djagung Hanafiah yang dalam tulisan kali ini akan penulis kisahkan bagaimana rekam jejak sosok Djagung Hanafiah selama kiprahnya di perantauan Benua Etam Kaltim dari Upuk Utara Kalimantan, tepatnya Nunukan, di Samarinda, Sabtu (2/5/2020).
Mungkin kelanjutan tulisan ini agak terlambat diterbitkan, tapi tak membuat isi tulisan ini hilang dari topik awal sebelumnya diterbitkan.
Melalui WhastApp, Hairil Usman akrab disapa Datu Usman pun berkisah. Almarhum ayahnya dikenal sosok yang sabar, pekerja keras, tulus dan ikhlas setiap apa yang dikerjakan.
“Itu yang saya tahu dari sosok ayah. Dia tak pernah kenal lelah bekerja. Tulus dalam bekerja. Ikhlas berbuat, baik untuk tempat ia bekerja maupun keluarga dan masyarakat sekitar. Dan ayah orang yang sangat selalu mengutamakan kesabaran,” ucap Datu Usman.
Sosok pria kelahiran 1932 itu pun dikenal orang yang sangat rendah hati. Mudah bergaul dengan siapa saja. Siapa pun pernah berinteraksi, selalu ingat dengannya.
Djagung Hanafiah tidak mengenal adanya masalah atau persoalan dalam hidupnya. Baik dalam pekerjaan maupun ketika bermasyarakat. Terlebih dalam keluarga.
“Beliau sempat berpesan. Jika memang kita ada masalah. Jangan sekali pun ada bahasa terucap sakit hati. Itu disampaikan beliau kepada saya maupun anak-anaknya yang lain,” sebutnya.
Pesan ini seolah menjadi modal Datu Usman untuk terus melanjutkan perjuangan ayahnya berbuat baik dalam bermasyarakat maupun di lingkungan keluarga serta pekerjaan.
Sakit hati, ucap Datu Usman, jika dipahami dengan baik. Siapa yang sakit hati. Kalau bukan diri itu sendiri. Lantas, apakah diri ini mau? tentu tidak.
“Nah, beliau selalu mengingatkan. Jangan nak sekali pun itu ada yang berupaya menyakiti dirimu. Terus engkau berucap sakit hati. Usahakan itu tidak terucap di lisan maupun dalam hatimu. Karena, sakit hati bukan siapa-siapa. Tetapi, diri kita sendiri. Bagaimana orang yang menyakiti atau membenci kita, tentu mereka tidak akan sakit hati kepada kita,” tuturnya.
Bermodal kesabaran dan tak lupa selalu beribadah serta tulus ikhlas bekerja menguatkan tekad Djagung Hanafiah muda mengadu nasib di perantauan. Di Kota Tepian Mahakam dia pijakan kakinya untuk melangkah lebih baik. Lulus sekolah rakyat (SR) di Nunukan ketika itu Tahun 1950an. Merantau ke Samarinda pun dijalani yang sebelumnya meminang Gadis Muda Nunukan Dipang Hafifah (Alm).
Menyandang status PNS Juru Muda yang sekarang biasa disebut tim survei pada tahun 1950an di Jawatan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Kemudian diperbantukan di Perhutani pada 1950an hingga 1974.
Pada tahun 1974 seiring dengan kerja keras yang tulus. Banyak pengalaman dijalaninya kala itu. Djagung Hanafiah pun dipercaya dan diperbantukan di BUMN PT Inhutani di Samarinda.
“Rekam karir ayah memang terbilang sukses. Namun, apalah daya PNS ketika itu hanya bergaji Rp50 ribu perbulan dengan segudang pekerjaan. Bahkan, masuk hutan di Wilayah Kalimantan pun dijalaninya. Yahh, itulah kerja keras ayah,” jelas Datu Usman lagi.
Selain menjadi abdi negara. Keuletan dan kegigihannya bekerja dan selalu ramah serta menganggap siapa saja sebagai saudara membuat Djagung Hanafiah ketika itu selalu mendapat kepercayaan dari masyarakat di Kaltim khususnya Samarinda.
Dengan keahlian dimiliki, tak ayal Djagung Hanafiah pun sangat paham bagaimana peta wilayah Benua Etam ini. Bahkan, untuk mengetahui di mana saja lahan maupun perkayuan yang bagus untuk pembangunan, Djagung Hanafiah sangat paham.
“Sembari bekerja, ayah memiliki usaha kaplingan tanah. Usaha tersebutlah yang juga dijalani hingga ayah pun memberanikan diri untuk pensiun dini pada tahun 1989,” jelasnya.
Saat itu, dengan kegigihannya dan tidak pernah mengeluh dalam berusaha. Yaitu, merintis dunia usaha perkayuan dan pertanahan. Dikala itu pun sudah terdapat nama-nama pengusaha besar, sebut saja Yos Soetomo yang seusia dengan Djagung Hanafiah.
“Keberanian ayah saat itu untuk pensiun dinilai wajar. Cukup nekat dan kami anak-anak semua menerima. Insyaallah ada jalan asal ikhtiar dan berdoa. Karena, guna memenuhi kebutuhan hidup apalagi tinggal di Ibu Kota dengan sembilan anak. Tentu berat rasanya untuk bertahan hidup. Apabila tak beralih profesi,” ungkapnya.
Perjalanan panjang dari Bumi Utara Kalimantan merantau di daerah orang pun harus terus dijalani. Bahkan, ketika sempat kembali ke Nunukan, Djagung Hanafiah pun aktif diorganisasi kemasyarakatan hingga membentuk Lembaga Adat Tidung dan Dayak Nunukan pada tahun 2000an dan lembaga ini telah dipikirkannya sejak 1980an. Karena, Djagung Hanafiah juga dikenal dengan sosok yang cinta dengan budaya daerah.
Kesuksesan yang dicapai Djagung Hanafiah memang terbilang bagus. Walaupun banyak pula kendala dihadapi. Tapi, tak membuat Djagung Hanafiah patah semangat walau persaingan dunia usaha yang sama juga ada di saat itu.
“Dengan kesabaran dan kegigihan beliau. Kemudian, menerima siapa saja yang memberikan masukan dan saran. Baik maupun buruk. Inilah menjadikan beliau pribadi yang selalu dikagumi dan disayangi siapa saja. Bahkan, almarhum tak memilih siapa saja untuk bergaul,” ungkapnya lagi.
Dengan sikap yang penuh kebaikan dan sabar inilah membuat kerabat Djagung Hanafiah, khususnya keponakan hingga cucu, sepupu ingin merantau ke Tepian Mahakam Samarinda di tahun 1979 hingga 1980an. Dengan tujuan merantau untuk menimba ilmu pendidikan.
“Sikap almarhum yang penuh kesejukan dan sabar. Siapa saja diterima almarhum. Termasuk keponakan yang merantau ke Samarinda diterima dan dilayani dengan senang. Begitu juga kami anak-anaknya menerima dengan penuh gembira,” urainya.
Djagung Hanafiah sangat mendukung anak maupun keponakannya meraih pendidikan yang tinggi. Ini pun membuat rekam jejak Djagung Hanafiah selalu dikenang hingga sekarang.
Bahkan, bukan hanya kerabat. Tapi, siapa saja masyarakat yang bertemu selalu segan dengan kepribadian Djagung Hanafiah. Termasuk dengan istri almarhum juga masyarakat senang karena dikenal sosok yang baik dan selalu menerima kondisi dialami Djagung Hanafiah baik suka maupun duka.
“Almarhum sangat terbuka dengan siapa saja. Makan tidak makan yang penting kumpul memang menjadi prinsip almarhum. Tetapi, bagi keponakan yang ingin menimba ilmu pendidikan menjadi hal utama ditekankan almarhum kala itu,” paparnya.
Alhasil, dengan keikhlasan dan kesabaran, banyak keponakan dan siapa saja yang pernah dibantu Djagung kini menjadi orang yang sukses. Termasuk ketika bekerja pun demikian. Yaitu dalam menjalani usahanya.
“Terkadang, ketika usahanya lancar dan berhasil. Tak sedikit ada saja masyarakat yang dibantu Almarhum untuk dinaikan haji maupun umroh dikala itu tahun 1990an. Itulah, perjalan panjang ayah kami hingga saat ini selalu dikenang. Meski diperantauan tetap sabar dan kerja keras serta tak melupakan pendidikan generasi muda,” tutur Datu Usman.
Buah hasil kesabaran dan ketulusan, keikhlasan menjalani hidup maupun bermasyarakat ketika diperantauan dari Upuk Utara Kalimantan, putra terbaik itu pun selalu dikenang siapa saja yang mengingatnya.
Tak elok, jika namanya pun tak diabadikan. “Berkat Kesabaran, Kerja Tulus dan Ikhlas Diabadikan”. Inilah sedikit perjalanan dari Putra Kaltara Punya Cerita. (tim/sk.Penulis : Kerabat Narasumber Dalam Tulisan)