Nama: Adinda Rahmadhani Nim: 2202056013 (Kelas: Ilmu Komunikasi A 2022) Mata Kuliah: Studi Media dan Budaya
Swarakaltim.com – Sesingal atau Singal Tidung merupakan seni lipat khas masyarakat tradisional Suku Tidung, yakni suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Utara, khususnya di Kota Tarakan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan. Sebagai warisan budaya yang kaya makna, Sesingal dahulu digunakan oleh leluhur dalam berbagai kegiatan sehari- hari, baik di masa kerajaan maupun dalam aktivitas sehari-hari. Namun, meskipun kaya akan sejarah dan nilai filosofis, penggunaan Sesingal Tidung semakin berkurang di kalangan masyarakat Kalimantan Utara. Fenomena ini tidak hanya menunjukkan pergeseran budaya, tetapi juga menandakan tantangan besar dalam pelestarian tradisi lokal.
Source: Sesingal Tidung
Menurut Budayawan asal Kota Tarakan, Datu Norbeck, Sesingal memiliki makna yang sangat mendalam, seperti simbol perdamaian dan perang tergantung dari arah tajuknya. Tradisi ini seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat, namun kini terbatas hanya pada upacara adat dan acara formal seperti pernikahan dan festival budaya seperti Iraw Tengkayu. Sayangnya, dalam kehidupan sehari-hari, Sesingal jarang digunakan. Penyebabnya adalah kombinasi dari perubahan
sosial, kurangnya minat generasi muda, serta keterbatasan paparan media massa terhadap budaya ini.
Minimnya informasi mengenai Sesingal dapat dikaitkan dengan rendahnya intensitas publikasi di media massa. Media memiliki peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap budaya dan tradisi. Paparan media terhadap sesuatu yang konsisten dapat memengaruhi tiga komponen utama pada individu: kognitif (pengetahuan), afektif (emosi atau perasaan), dan konatif (perilaku). Oleh karena itu, dalam konteks pelestarian budaya seperti penggunaan Sesingal, media massa dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah persepsi dan meningkatkan penggunaan tradisi ini dalam kehidupan sehari- hari.
Namun, sayangnya, rendahnya keterlibatan media massa dalam mempromosikan Sesingal menjadi salah satu faktor utama mengapa warisan ini semakin memudar. Menurut Oestman Najrid Maulana, seorang pelaku seni dan produsen Sesingal di Kota Tarakan, publikasi yang minim mengenai Sesingal telah menyebabkan rendahnya afeksi masyarakat terhadap aksesoris tradisional ini. Padahal, jika dibandingkan dengan budaya serupa di daerah lain seperti Udeng di Bali atau Passapu di Sulawesi Selatan, publikasi yang kuat melalui media telah berhasil mempertahankan eksistensi tradisi tersebut hingga saat ini.
Kalimantan Utara sendiri menghadapi tantangan dalam hal keterjangkauan media dan promosi budaya lokal. Berbeda dengan Bali, yang ikat kepala Udeng-nya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat, Sesingal di Kalimantan Utara masih terbatas pada acara-acara tertentu. Hal ini menjadi indikasi bahwa media massa di Kalimantan Utara belum memanfaatkan potensi penuh untuk mempromosikan penggunaan Sesingal dalam keseharian.
Peran media massa sangat krusial dalam menyampaikan pesan kepada audiens yang
lebih luas. Berbagai media, baik cetak, elektronik, maupun digital, memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan budaya seperti penggunaan Sesingal. Dalam teori komunikasi massa, media berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan nilai-nilai budaya. Terpaan media (media exposure) dapat memengaruhi sikap dan perilaku individu, yang secara langsung berdampak pada seberapa besar budaya lokal, seperti Sesingal, diadopsi oleh masyarakat.
Paparan media yang efektif dapat meningkatkan self-esteem atau harga diri masyarakat lokal. Ketika Sesingal dipublikasikan secara positif dan konsisten di berbagai media, masyarakat Tidung akan merasakan kebanggaan terhadap identitas budayanya. Seiring dengan peningkatan rasa bangga ini, mereka akan lebih termotivasi untuk mengenakan Sesingal, tidak hanya dalam acara formal tetapi juga dalam keseharian. Efek ini akan merembes ke generasi muda yang akan melihat penggunaan Sesingal sebagai sesuatu yang berharga dan relevan dalam kehidupan modern.
Selain itu, peran pemerintah juga tidak bisa diabaikan. Upaya pemerintah daerah untuk mempromosikan budaya melalui regulasi yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kalimantan Utara menggunakan Sesingal setiap hari Kamis sejak 1 Juli 2021 adalah langkah yang baik. Namun, kebijakan ini harus diimbangi dengan strategi komunikasi yang lebih kuat, yang melibatkan media massa. Pemerintah bisa bermitra dengan media lokal untuk meningkatkan frekuensi liputan tentang budaya Tidung, termasuk sejarah, makna, dan pentingnya Sesingal dalam kehidupan masyarakat.
Source: Koran Kaltara
Namun, faktor lain yang juga berperan adalah masalah kualitas produk Sesingal yang diproduksi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal. Usman, seorang pengrajin yang telah lama memproduksi Sesingal, mengungkapkan bahwa meski banyak workshop telah dilakukan untuk mengajarkan cara membuat Sesingal, hasilnya sering kali kurang maksimal. Banyak UMKM yang memproduksi Sesingal tanpa memahami detail seni lipatan yang sebenarnya. Akibatnya, produk yang beredar di pasaran cenderung menyalahi aturan tradisional dalam melipat Sesingal, sehingga mengurangi daya tarik budaya ini di mata masyarakat lokal maupun global.
Menurut Usman, lipatan Sesingal memiliki makna yang mendalam, dan jika tidak dilakukan dengan benar, akan kehilangan esensinya sebagai simbol budaya. Namun, sayangnya, banyak pengrajin yang hanya fokus pada produksi tanpa memperhatikan aspek seni lipatan ini.
“Banyak orang yang mengatakan bahwa lipatan yang saya ajarkan hanyalah buatan saya saja, padahal itu adalah lipatan asli yang digunakan oleh orang-orang dulu,” jelas Usman.
Hal ini menunjukkan bahwa upaya pelestarian budaya tidak hanya memerlukan promosi yang kuat, tetapi juga pemahaman yang mendalam
mengenai teknik dan makna di balik tradisi tersebut.
Source: diksipro.com
Dalam beberapa kasus, rendahnya kepemimpinan lokal yang berasal dari suku asli Tidung juga menjadi salah satu faktor mengapa Sesingal tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Sejarah mencatat bahwa banyak pemimpin di Kalimantan Utara, termasuk di Tarakan, berasal dari daerah lain seperti Gorontalo atau Sulawesi Selatan. Hal ini menyebabkan kurangnya afinitas budaya antara pemimpin daerah dan tradisi lokal. Jika pemimpin daerah tidak memiliki ikatan emosional yang kuat dengan budaya lokal, maka pelestarian tradisi seperti Sesingal akan menjadi prioritas yang rendah dalam program kebudayaan pemerintah.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk mendorong keterlibatan pemimpin daerah yang berasal dari suku asli Tidung. Keterlibatan mereka tidak hanya dapat membawa perspektif yang lebih dalam tentang budaya lokal tetapi juga dapat meningkatkan dukungan untuk program-program pelestarian. Dengan dukungan yang tepat, tradisi Sesingal dan kekayaan budaya lainnya dapat dipertahankan dan diapresiasi, bukan hanya oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh generasi mendatang.
Source: Kompas.id
Dalam konteks yang lebih luas, penggunaan Sesingal tidak hanya sekadar simbol budaya, tetapi juga bagian dari identitas masyarakat Tidung. Kehilangan tradisi ini berarti kehilangan bagian dari identitas mereka. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, media, maupun masyarakat untuk bersama-sama melestarikan budaya ini. Tanpa adanya upaya yang konsisten dan terkoordinasi, Sesingal berpotensi hanya menjadi artefak sejarah yang terlupakan.
Oleh karena itu, berkurangnya penggunaan Sesingal Tidung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kalimantan Utara adalah hasil dari berbagai faktor yang kompleks. Pergeseran sosial, minimnya promosi media, rendahnya kualitas produksi, serta kebijakan pemerintah yang belum maksimal semuanya berkontribusi pada fenomena ini. Media massa memegang peranan penting dalam mengubah persepsi masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya melestarikan tradisi ini. Dengan intervensi yang tepat, penggunaan Sesingal dapat dihidupkan kembali dan menjadi bagian dari identitas sehari-hari masyarakat Kalimantan Utara.
Daftar Pustaka
Bangga dan konsisten dengan singal. (2024, Januari 27). Pena Kaltara.
Fadlullah, Luthfi. (2019). Perancangan informasi objek wisata budaya fort rotterdam melalui video profil. (Thesis, Universitas Komputer Indonesia). Elibrary Unikom.
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=passapu+dan+patonro &oq=#d=gs_qabs&t=1726101899405&u=%23p%3D32m-C5NIGF8J
Halim, Azwar. (2022, Februari 21). Sesingal dan singal akan dipatenkan. Radar Tarakan.
https://radartarakan.jawapos.com/tarakan/2414113663/sesingal-dan-singal-akan- dipatenkan
Holilah, Ilah. (2020). Dampak media terhadap perilaku masyarakat. Jurnal.uinbanten.ac.id. 7(01), 103-114.
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/jsga/article/download/179/181/547
Irani, L. C., Maghfiroh, N. R., Dewanti, B., & Irhami, A. R. (2021). Pengembangan skala self-esteem berbasis applikasi digital komputer untuk siswa sekolah menengah. Jurnal.untirta.ac.id. 6(1).
https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/JPBK/article/view/12081
Muthohar, Ahmad. (2021). The dialectic of islam tidung in kalimantan: Contribution to the islam nusantara treasures. State Islamic University of Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda.
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=sesingal+tidung&oq=# d=gs_qabs&t=1726102169924&u=%23p%3DNSFw-iRe0-EJ
Nashrullah, Mochamad, dkk. (2023). Metodologi penelitian pendidikan. Umsida Press.
Prasetyo, Dimas Agung. (2022). Eksplorasi etnomatematika pada udeng khas banyuwangi.
Jurnal.unej.ac.id. 2(3), 280-285.
https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=penggunaan+udeng&bt nG=#d=gs_qabs&t=1726099401145&u=%23p%3D12pa9-lvK_MJ
Rustandi, Hendi. (2024, April 30). ASN tarakan wajib kenakan sesingal, pj wali kota tegaskan ini. Zona Kaltara.
https://kaltara.pikiran-rakyat.com/kaltara/pr-2078031748/asn-tarakan- wajib-kenakan-sesingal-pj-wali-kota-tegaskan-ini?page=all
Sufyati. (2019). Konvergensi Media dalam Religiusitas Masyarakat. Ejournal.Uin-Suka.Ac.Id, 13(2).
https://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/download/1604/1340
Sugiyono. (2019). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & RND. Alfabeta.
Suryasih, Ida Ayu, dkk. (2019). Pemikiran kepariwisataan masa jeda pariwisata untuk bangkit kembali. Uwais Inspirasi Indonesia.
Triyaningsih, Heny. (2020). Efek pemberitaan media massa terhadap persepsi masyarakat tentang virus corona. Ejournal.iainmadura.ac.id. 1(01), 67.
https://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/meyarsa/article/view/3222/1831
Tusan, A. R., Hadi, I. P., & Budiana, D. (2019). Pengaruh terpaan media terhadap sikap masyarakat Surabaya pada program religi “Kata Ustadz Solmed” di SCTV. Jurnal e-Komunikasi. 7(1), 1-12.
https://scholar.google.com/scholar?cluster=3318580175110717875&hl=id&as_sdt=2 005&sciodt=0,5#d=gs_qabs&t=1726280646622&u=%23p%3Dzzf9_rgw_xoJ
Yudastio. (2021). Analisis penerapan prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan desa. Jurnal Ekonomi, Keungan, dan Bisnis. 6(01).
https://jurnal.saburai.id/index.php/manajemen/article/download/1151/900