BPKAD dan DPRD Samarinda

Bahas Dugaan Tanah Warga yang Belum Dibebaskan

SAMARINDA, Swarakaltim.com – Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda bersama DPRD Samarinda membahas keluhan warga yang mengklaim tanah mereka belum dibebaskan, serta mencari solusi atas permasalahan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Kepala bidang BPKAD Samarinda, mengungkapkan bahwa salah satu persoalan yang muncul adalah klaim dari Khairil Anwar terkait kepemilikan tanah yang kini menjadi lokasi Gedung Pencak Silat di Jalan Polder, Air Hitam.

Menurutnya, permasalahan ini sudah ditindaklanjuti sejak 2013 dengan mengirimkan surat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengkonfirmasi status sertifikat yang dimiliki Khairil Anwar.

“Pada tahun 2013, kami sudah pernah bersurat ke BPN untuk meminta kepastian apakah sertifikat tersebut terdaftar di BPN. Dari enam sertifikat yang kami telusuri, salah satunya memang tercatat atas nama Pak Khairil Anwar,” ujar Yusdiansyah, Rabu (19/2/2025).

Namun, ia menambahkan bahwa untuk memastikan lokasi tanah yang dimaksud, pemegang sertifikat harus mengajukan permohonan ke BPN untuk penentuan koordinat. Tanpa kejelasan koordinat, pemerintah kota tidak bisa mengambil tindakan lebih lanjut.

“Semuanya tergantung pada pemilik sertifikat. Jika mereka cepat mengajukan permohonan, pemerintah kota juga akan segera menindaklanjuti,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi 1 DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menyatakan bahwa permasalahan ini mencakup dua hal utama, yakni tanah di lokasi Gedung Pencak Silat serta klaim masyarakat atas lahan transmigrasi.

Ia mengungkapkan bahwa ada tujuh orang yang belum menerima pembebasan lahan, namun prosesnya terganjal karena belum ada permohonan dari pemilik lahan ke BPN untuk penentuan koordinat.

“Kami meminta pemilik lahan untuk segera mengajukan penentuan koordinat. Setelah itu, pemerintah kota bisa melakukan tindakan selanjutnya,” kata Samri.

Terkait klaim lahan transmigrasi, BPKAD Samarinda masih menelusuri apakah lahan tersebut termasuk aset pemerintah kota atau tidak. Beberapa warga mengaku memiliki bukti kepemilikan berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang mereka dapatkan dari program transmigrasi, namun sejak 2003 proses sertifikasi lahan tersebut diblokir akibat surat dari Kementerian Transmigrasi kepada BPN.

Pemerintah kota sendiri menyatakan bahwa seluruh pembebasan lahan telah diselesaikan pada 2013. Namun, baru pada 2023 muncul keluhan dari masyarakat yang menyatakan tanah mereka belum dibayar. Samri menegaskan bahwa DPRD akan berperan sebagai fasilitator untuk mencari kejelasan permasalahan ini.

“Kami harus memastikan bahwa informasi yang diberikan benar. Jangan sampai kami membela tanpa dasar yang kuat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pemilik lahan perlu segera mengajukan permohonan ke BPN agar titik koordinat bisa ditentukan dan permasalahan dapat segera diselesaikan.(Dhv)

Loading

Bagikan: